Jumat, 17 Agustus 2018

Bi Asih


Waktu itu itu umur saya masih relatif muda kira-kira 14 tahun masih duduk di SMP kelas 3. Sejak SD saya sudah sering baca buku-buku porno yang stensilan pinjam dari teman-teman saya. Saya juga sering melihat foto-foto porno orang lagi begituan, kalau sudah baca buku porno penis saya keras dan tegang sekali rasanya.

Saya adalah anak ketiga kakak saya dua-duanya adalah cewek, waktu itu kakak saya dua-duanya sudah menikah karena umur mereka dengan umur saya cukup jauh sekitar beda 10 tahun dari kakak saya yang paling bungsu. Dan mereka sekarang tinggal bersama suaminya masing-masing. Jadi saya di rumah tinggal bersama ibu dan ayah. Saya termasuk anak yang bongsor karena untuk ukuran kelas 3 SMP badan saya sudah lebih tinggi dari ayah saya, terus juga tulang-tulang saya termasuk kekar dan besar.

Tapi yang paling saya tidak tahan adalah bentuk penis saya kalau lagi tegang. Besar sekali. Pernah saya ukur bersama teman saya waktu itu kita sama-sama telanjang di kamar mandi kolam renang dan waktu di bandingkan dengan penis teman-teman saya, penis saya paling panjang dan besar dan pernah saya ukur waktu itu kira-kira panjangnya 17 Cm.

Yang paling saya tidak tahan adalah kalau sedang di kelas saya suka memperhatikan Ibu Ina guru Bahasa Inggris. Kadang-kadang tanpa sadar kalau saya lihat itu ibu guru lagi duduk dan pahanya yang putih agak sedikit tersingkap penisku langsung mengeras dan menonjol ke depan kalau sudah begitu saya berdoa moga-moga jangan di suruh maju ke depan kelas.

Saya punya teman dekat sekelas namanya Joko, kita punya hobi dan khayalan yang sama. Sering cerita tentang buku porno yang kita baca, dan kita juga sama-sama tergila-gila pada ibu guru Ina yang berasal dari tanah minang. Kalau ibu guru Ina sedsang menulis di papan, kita berdua tertawa cekikikan memperhatikan betis Ibu Ina yang indah, putih dan berisi dan pinggulnya juga cukup besar dan padat. Gilanya kita berdua suka menghayal menjadi kekasih Ibu Ina dan melakukan hubungan seks seperti yang di buku-buku porno dengan Ibu Ina. Wah, kalau lagi menghayal berdua penis kita sampai keras sekali.

Teman saya si joko pernah menyarankan saya. "Eh Bram, lu kalau mau tahu rasanya hubungan seks sama Ibu Ina gampang.., caranya lu di kamar mandi bayangin Ibu Ina..., terus lu kocok penis lu pakai sabun".
Karena ingin tahu waktu itu saya coba. Wah memang nikmat mula-mula, penis saya makin lama makin besar dan keras seperti batu, tapi sudah saya kocok-kocok sampai sejam lebih kok tidak keluar-keluar. Akhirnya saya bosan sendiri dan capek sendiri lalu esok harinya saya cerita pada joko, dia bilang, "Wah tidak normal loe...", sejak itu beberapa kali saya coba pakai sabun tapi tidak pernah berhasil. Akhirnya saya jadi malas sendiri ngocok pakai sabun.

Nah, ini awal mula cerita saya. waktu itu pembantu rumah tangga saya keluar, terus ibu dapat lagi pembantu baru berasal dari Tasikmalaya, orang sunda, umurnya kira-kira 27 tahun. Orangnya memiliki kulit kuning langsat wajahnya cukup cantik apalagi kalau lagi tersenyum giginya putih terawat baik. Waktu baru mulai kerja aku nguping wawancaranya sama ibu saya, bahwa dia adalah janda tapi belum punya anak dia cerai dengan suaminya 3 tahun yang lalu, suaminya adalah orang kaya di kampungnya tapi umurnya pada waktu kawin dengan Bi Asih sudah berusia 60 tahun dan dia menikah kira-kira 4 tahun, sekarang cerai karena suaminya balik lagi pada istrinya yang tua.
Aku memanggil dia bibi Asih, dia pintar masak masakan kesukaanku seperti sop buntut wah nikmat sekali masakannya. Orangnya sopan dan ramah sekali. Hampir tidak pernah marah kalau digoda, tidak seperti mbok Laksmi pembantu saya yang sebelumnya, sudah tua tapi cerewetnya minta ampun.

Bibi Asih sudah 3 bulan kerja di rumahku, nampaknya dia cukup betah karena pekerjaannya juga tidak terlalu banyak cuma melayani saya, ibu dan ayah saya.
Nah waktu itu adalah hari Jum'at, ingat betul saya, ibu saya dapat telepon dari Jakarta bahwa kakak saya yang nomor dua sudah masuk rumah sakit bersalin mau melahirkan anak yang pertama.

Mereka pergi dengan Sopir kantor ayah saya ke Jakarta jum'at sore. Aku tidak ikut soalnya sabtu besok aku ada pertandingan bola basket di sekolah. Jum'at malam aku sendirian di kamar kubaca buku porno sendirian di kamar. Wah cerita bagus sekali sambil membaca aku memegang penisku..., wah keras sekali.

Kira-kira jam 9.00 malam, badanku terasa gerah habis baca buku begituan. Aku keluar kamar untuk mendinginkan otakku, kebetulan kamarku dan kamar Bi Asih tidak terlalu jauh dan aku melihat pintunya agak sedikit terbuka.

Tiba-tiba timbul pikiran kotorku. Ah pingin tahu, gimana Bi Asih tidurnya. Kemudian aku berjingkat-jingkat mendatangi kamar tidur Bi Asih. Pelan-pelan aku dorong pintunya dan mengintip ke dalam, ternyata Bi Asih sedang tertidur dengan pulasnya. Lalu aku masuk ke dalam kamarnya. Kulihat Bi Asih tidur telentang, kakinya yang sebelah kiri agak ditekuk lututnya ke atas. Dia tidur menggunakan jarik kebaya tapi tidak terlalu ketat sehingga betisnya agak tersingkap sedikit. Aku perhatikan betisnya, kuning bersih dan lembut sekali. Kemudian aku coba mengintip ke dalam kebayanya, wah agak gelap hanya terlihat samar-samar celana dalam berwarna putih.

Aku menarik napas dan menelan ludah, kuperhatikan wajah Bi Asih kalau-kalau dia bangun tapi dia masih tidur dengan lelap. Lalu aku memberanikan diri memegang ujung kain kebayanya yang dekat betisnya tersebut. Sambil menahan napas aku angkat pelan-pelan kain kebaya tersebut ke atas lalu kusibak ke samping dan akhirnya terbukalah kain kebaya yang sebelah kiri dan tersingkap paha Bi Asih yang padat dan putih kekuning-kuningan. Aku kagum sekali melihat pahanya Bi Asih padat, putih dan berisi tidak ada bekas cacat sedikitpun. lalu aku pandang lagi wajah Bi Asih. Ah, dia masih lelap, aku memberanikan diri lagi membuka kain kebaya yang sebelah kanannya. Pelan-pelan aku tarik ke samping kanan dan akhirnya terbuka lagi.

Kini di hadapanku tampak kedua paha Bi Asih yang padat dan kuning langsat. Aku semakin berani dan pelan-pelan kain kebaya yang di ikat di perut Bi Asih aku buka perlahan-lahan, keringat dinginku keluar menahan ketegangan ini dan penisku semakin keras sekali. Akhirnya aku berhasil membuka ikatan itu, lalu kubuka ke kiri dan ke kanan. Kini terlihat Bi Asih tidur telentang dengan hanya di tutupi celana dalam saja. Aku benar-benar bernafsu sekali saat itu. Kulihat perut Bi Asih turun naik napasnya teratur. kulihat pusarnya bagus sekali, perutnya kecil kencang tidak ada lemaknya sedikitpun, agak sedikit berotot kali memang tapi pinggulnya agak melebar terutama yang di bagian pantatnya agak sedikit besar.

Bi Asih memakai celana nilon warna putih dan celana itu sepertinya agak sempit, mungkin ketarik ke belakang oleh pantatnya yang agak besar. Terlihat di bagian kemaluannya yang begitu ketat sehingga terbayang warna bulu-bulu vaginanya yang halus tidak terlalu banyak dan bentuk kemaluan Bi Asih yang agak sedikit menggunung seperti bukit kecil.

Pelan-pelan aku sentuh vagina bagian atasnya, terasa empuk dan hangat, lalu pelan-pelan kucium tapi belum sampai menempel kira-kira 1 milimeter di depan vagina tersebut. Wah tidak bau apa-apa, cuma agak terasa hangat saja hawanya. Kupandangi lagi vagina yang menggunung indah itu, ingin rasanya aku remas tapi aku takut dia bangun. Kulihat dia masih tidur nyenyak sekali dan kulihat dadanya membusung naik turun. Ah, aku ingin tahu gimana sich bentuk payudara dari Bi Asih. Pelan-pelan kubuka baju Bi Asih, tidak terlalu sulit karena dia hanya memakai peniti saja tiga biji dan satu persatu kubuka peniti tersebut lalu kugeser ke samping bajunya. Wah, terlihat dada sebelah kiri dan kubuka baju yang sebelah lagi. Kini Bi Asih betul-betul hampir telanjang tidur telentang di hadapanku.

Baru pertama kali dalam hidupku menyaksikan hal seperti ini. BH Bi Asih nampak sempit sekali menutupi buah dadanya yang padat dan berisi. Aku perhatikan buah dadanya, naik turun dan kulihat ternyata BH tersebut mempunyai kancing cantel dua buah di depannya tepat di tengah-tengah, di depan belahan dadanya, dengan agak gemetar aku buka pelan-pelan cantelannya satu lepas, dan ketika hendak membuka yang satunya lagi Bi Asih bergerak. Aku kaget sekali tapi dia tidak bangun kerena tidurnya yang begitu pulas,lalu aku memberanikan diri membuka cantelan yang satu lagi dan akhirnya terbuka.

Aduh, susunya indah sekali, besarnya hampir satu setengah kali bola tenis dengan warna putingnya agak merah muda. Bentuk susunya betul-betul bulat, menonjol ke depan. Aku pandangi terus kedua buah dada tersebut, indah sekali, apalagi Bi Asih memakai kalung tipis warna kunig emas dan liontinnya warna ungu itu tepat berada dekat buah dadanya. Serasi sekali.

Aku semakin bernafsu, jantungku bedegup kencang sekali. Ingin rasanya meremas buah dadanya tapi takut Bi Asih terbangun dan apa yang harus kulakukan bila dia bangun. Aku mulai takut saat itu, akan tetapi hawa nafsuku sudah memuncak saat itu. hingga lupa akan rasa maluku. Kini Bi Asih sudah setengah telanjang tinggal celana dalamnya saja. Aku ingin tahu juga seperti apa sih vagina perempuan. Terus terang aku seumur itu belum pernah melihat vagina asli kecuali di foto.

Aku cari akal bagaimana caranya supaya bisa melihat vagina Bi Asih, tiba-tiba aku lihat di meja Bi Asih ada gunting kecil. Lalu kuambil gunting tesebut dan pelan-pelan aku masukan jari telunjukku ke samping celana Bi Asih di dekat selangkangannya, aku tarik pelan-pelan agar dia tidak terbangun. Terlihat selangkangannya berwarna putih bersih. Setelah agak tinggi aku tarik celana nilonnya aku masukan gunting dan pelan-pelan aku gunting celana dalamnya. Kira-kira 10 menit aku lakukan hal tersebut, akhirnya segitiga yang tepat di depan vagina Bi Asih putus juga kugunting dan kusingkap calana dalamnya ke atas.

Kini aku betul-betul melihat kemaluan Bi Asih tanpa sehelai benangpun. Vaginanya mempunyai bentuk yang rapat sekali sepertinya tidak ada lubangnya, bulunya halus tipis dan di bagian samping bibir kemaluannya putih bersih agak sedikit gelembung tapi belahannya betul-betul rapat. Wah, aku betul-betul sudah sangat bernafsu saat itu. Aku bingung ingin rasanya memegang vaginanya tapi takut dia bangun. Ah, aku nekat karena sudah tidak tahan kemudian kubuka celana pendekku dan celana dalamku. Penisku sudah berdiri tegak, besar seperti batu panjang dan keras. Lalu aku gosok-gosokkan penisku dengan tanganku sendiri sambil melihat payudara dan vagina Bi asih. Aku merasakan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh tubuhku. Kugosok lagi dengan keras sambil membayangkan penisku sudah berada di dalam vagina Bi Asih, tapi tidak bisa juga keluar. hingga saat ini sudah 15 menit aku gosok-gosok penisku, akhirnya aku sudah tidak tahan dan nekat. Pelan-pelan aku naik ke tempat tidur Bi Asih. Aku ingat seminggu yang lalu Bi Asih pernah dibangunkan oleh ibu saya jam sepuluh malam waktu itu ibu saya mau minta tolong di kerokin. Nah, Bi Asih ini ketika di ketok-ketok pintunya sampai setengah jam baru bangun dan dia minta maaf, katanya dia kalau sudah tidur susah untuk di banguninya.

Ingat itu aku jadi agak berani mudah-mudahan malam ini dia susah bangun. Lalu dengan sedikit agak nekat kuangkat dan geser paha Bi Asih yang sebelah kanan agak melebar. Untung dia tidak bangun, benar-benar nich Bi Asih dalam hatiku punya penyakit tidur yang gawat. Kugeser terus sampai maksimal sehingga kini dia benar-benar mengangkang posisinya. Aku berlutut tepat di tengah-tengah selangkangannya. Pelan-pelan kutempelkan penisku di vagina Bi Asih tapi lubangnya kok tidak ada, aku agak bingung, pelan-pelan belahan dagingnya kubuka dengan jariku. Terlihat daging berwarna merah jambu lembut dan agak sedikit basah, tapi tidak kelihatan lubangnya, hanya daging berwarna merah muda dan ada yang agak sedikit menonjol seperti kacang merah bentuknya. Aku berpikir mungkin ini yang dinamakan clitoris oleh kawan-kawanku. Aku buka terus sampai agak ke bawah dan mentok tidak ada belahan lagi. Ternyata memang tidak ada lubangnya. Aku bingung, tapi aku sudah nafsu sekali. Lalu pelan-pelan kutempelkan kepala penisku ke vagina Bi Asih, ternyata ukuran penisku itu sepertinya terlalu besar sehingga jangankan bisa masuk baru di bagian luarnya saja rasanya belahan vagina Bi Asih sudah tidak muat.

Tapi apa yang kulakukan sudah kepalang basah, aku tempelkan kepala penisku ke vagina Bi Asih. Wah, tidak bisa masuk hanya menempel saja tapi aku bisa merasakan kelembutan daging bagian dalam vaginanya, aku gosok pelan-pelan dan vagina Bi Asih agak terbuka sedikit tapi tetap saja kepala penisku tidak bisa masuk. Aku benar-benar sudah lupa daratan dan gosokanku semakin kencang dan agak sedikit menekan ke dalam. Aku tidak sadar kalau Bi Asih bisa bangun. Akhirnya benar juga ketika aku agak menekan sedikit Bi Asih bangun dan dia sepertinya masih belum sadar betul, tapi beberapa detik kemudian dia baru sadar akan keadaan ini. Dia menjerit, "Den Bram ngapain..., aduh den tidak boleh den..", pamali dia bilang, Lalu dia mendorong tubuhku ke samping dan cepat-cepat dia menutup buah dada dan kemaluannya.

Aku seperti di sambar petir saat itu, mukaku merah dan malu sekali saat itu, lalu kuambil celanaku dan lari terbirit-birit keluar dan langsung masuk ke dalam kamarku. Rasanya seperti mau kiamat saat itu, bagaimana ntar kalau Bi Asih mengadu ke orang tua saya. Wah mati saya.

Besok paginya aku bangun pagi-pagi lalu mandi dan langsung berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Di sekolah saya lebih banyak diam dan melamun, bahkan ada teman saya yang mennggoda saya dengan mengolok saya, saya tarik kerah bajunya dan hampir saya pukul untung keburu di pisahkan oleh teman yang lain dan waktu pertandingan basket saya di keluarkan soalnya saya memukul salah satu pemain yang mendorong saya. Wah, benar-benar kacau pikiran saya saat itu. Biasanya saya pulang sekolah jam 12.30 tapi saya tidak langsung pulang, saya main dulu ke rumah teman saya sampai jam 5 sore baru saya pulang.

Sampai di rumah, Bi Asih sudah menunggu di depan rumah. Dia menyambutku, "Kok lama sekali pulangnya den..., Bi Asih sampe khawatir..., tadi ibu telepon dari Jakarta bilang bahwa mungkin pulang ke Bandungnya hari senin sore..., soalnya Mbak Rini (kakakku) masih belum melahirkan, diperkirakan mungkin hari minggu besok baru lahir". Aku hanya tersenyum kecut, dalam hatiku Bi Asih tidak marah padaku..., baik sekali dia. Aku langsung masuk kamar dan mandi sore lalu tiduran di kamar.

Jam 7.00 malam Bi Asih mengetuk kamarku, "Den..., Den..., makan malamnya sudah siap..". Aku keluar dan santap malam, lalu setelah selesai aku nonton TV. Bi Asih membereskan meja makan.

Selama dia membereskan meja, aku mencuri-curi pandang ke Bi Asih. Ah, dia ternyata cukup cantik juga, badannya sedang tidak tinggi dan bisa di bilang langsing hanya ukuran dada dan pinggul bisa dibilang cukup besar, benar-benar seperti gitar. Setelah selesai aku panggil dia, Bibi..., bi..., tolong dong aku di bikinin roti bakar.., aku masih laper nich".
"Baik den", lalu dia membuatkan aku roti bakar dua tangkap dan menghidangkannya di depanku dan langsung mau pergi, tapi aku segera memanggilnya, "Bi Asih jangan pergi dulu dong...".
Dia jawab "Ada apa den...".
"Ehmm, itu bi..., emm Bi Asih tadi cerita tidak sama ibu soal semalam".
Dia tersenyum, "Wah mana berani bibi cerita..., kan kasian den Bram..., lagian kali Bi Asih juga bisa kena marah", wah lega hatiku.
"Bi Asih makasih ya.., dan maaf ya yang tadi malam itu..., maaf celana bibi Asih rusak.., soalnya..., emm soalnya...", aku tidak tahu harus ngomong apa. Tapi kelihatannya Bi Asih ini cukup bijaksana dia langsung menjawab, "Iya dech den Bi Asih ngerti kok itu namanya aden lagi puber..., ya khan..", aku tertawa.
"Ah Bi Asih ini sok tahu ah..", dia juga tersenyum terus bilang, "Den hati-hati kalau lagi puber..., jangan sampai terjerumus...", Kembali aku tertawa..., "Terjerumus ke mana..., kalau ke tempat yang asyik sich aku tidak nolak...".
Bi Asih melotot, "Eh jangan den..., tidak baik...", Terus Bi Asih langsung menasehatiku
Dia bilang, "Maaf ya den Bram menurut bibi..., den Bram ini orangnya cukup ganteng..., pasti banyak teman-teman cewek den Bram yang naksir..., Bi Asih juga kalau masih sebaya den mungkin naksir juga sama den Bram hi.., hi.., hi.., nah, den Bram harus hati-hati.., jangan sampai terjebak..., terus di suruh kawin..., hayo mau ngasih makan apa".

Tiba-tiba ada semacam perasaan aneh dalam diriku aku tidak tahu apa itu, lalu aku jadi agak sedikit berani dan kurang ajar sama Bi Asih.
Aku pandangi dia lalu aku bertanya, "Bi..., Bi Asih khan sudah pernah kawin khan..., gimana sich bi rasanya orang begituan..". Bi Asih nampak terbelalak matanya dan mukanya agak besemu merah lalu aku sambung lagi, "Jangan marah ya bi.., soalnya aku benar-benar pingin tahu katanya teman-temanku rasanya seperti di sorga betul tidak".
Bi Asih diam sebentar, "Ah tidak den selama Bi Asih kawin 4 tahun..., bibi tidak ngerasa apa-apa..".
"Maksudnya gimana bi..., masa bibi tidak begituan sama suami Bi Asih..".
"Eh maksud bibi..., iya begituan tapi.., tidak sampai 1 menit sudah selesai..".
Aku semakin penasaran, "Ah masa bi..., terus itunya suami bibi sampai masuk ke dalam tidak.."
"Ehh ngaco kamu...", dia tertawa tersipu-sipu.
"Ehmm, tidak kali ya..., soalnya baru di depan pintu sudah loyo..., hi hi..., eh sudah ah jangan ngomong begituan lagi..", pamali dia bilang, "Lagian Bi Asih khan sudah cerai 3 tahun jadi sudah lupa rasanya..", sambil tersenyum dia mau beranjak bangun dan pergi.
"Ehh bi.., bi.., bi tunggu dong..., temenin aku dulu dong..", terus dia bilang, "Eh sudah besar kok masih di temenin, bibi sudah cape nich", tapi setelah kubujuk-bujuk akhirnya dia mau menamiku nonton TV dan ngobrol ngalor-ngidul. Tidak terasa sudah jam 9.00 malam. Diluar mulai hujan deras sekali, dingin juga rasanya. Bi Asih pandai juga bercerita, cerita masa remajanya. Rupanya dia sempat juga mengeyam pendidikan sampai kelas 2 SMP.

Aku duduk di sofa panjang sedangkan Bi Asih duduk di karpet bawah lalu kupanggil dia, "Bi sini dech..., tolong liatin dong bagian pinggang belakangku kok agak nyeri..".
Bi Asih datang dan pindah ke sofaku, "Mana den".
"Ini nich", aku tarik tangannya ke pinggang belakangku lalu dia dia bilang, "Tidak ada apa-apa kok.

Saat itu tiba-tiba timbul lagi pikiran kotorku mengingat kejadian malam kemarin dan Bi Asih tidak marah, kalau sekarang saya agak nakal sedikit pasti Bi Asih tidak akan marah. Lalu aku bilang, "Ini Bi Asih, tapi Bi Asih matanya merem ya..., soalnya aku malu keliatan bodongku", dia tersenyum dan mengangguk, lalu memeramkan matanya. Nah, ini aku pikir kesempatanku. Aku pegang kecang-kencang pergelangan tangan Bi Asih, lalu kubuka ritsluiting celanaku dan aku tarik ke bawah celana dalamku penisku masih setengah besar belum terlalu tegang.

Lalu kutarik tangan Bi Asih dan meletakkan di atas penisku..., dia bilang, "Eh apa ini..", terus aku bilang, "Eh awas jangan buka matanya ya..", dia mengangguk dan bertanya lagi, "Apa sich ini kok hangat".

Begitu tersentuh tangan Bi Asih, menaraku mulai berdiri dengan gagahnya dan mulai membesar cepat sekali. Rupanya Bi Asih curiga dan membuka mata. Eh, pamali dia bilang..., tapi aku tahan terus tangannya dan aku pandangi mata Bi Asih..., dia tersenyum malu dan tersipu. Dengan lirih dia bilang, "Jangan den tidak sopan..", tapi aku bilang, "Tolong dong bi..., pingin banget dech.."

Kayaknya Bi Asih kasihan padaku..., dia mengangguk dan bilang, "Cepetan ya Den, sebentar saja jangan lama-lama dan tidak boleh macam-macam..., ntar kalau orang tua aden tahu Bi Asih kena marah..", dan dia bilang, "Eeeh ih kok besar banget sich Den". "Iya", jawabku singkat. Lalu tangan Bi Asih menggenggam penisku dengan lembut dia menggosoknya dari ujung kepala sampai ke pangkal penisku. Kira-kira 10 menit..., dengan agak serak dia bilang, "Sudah belum den.."

Saat itu aku merasa melayang dan entah bagaimana tiba-tiba keberanianku timbul, kupegang lengan Bi Asih terus naik ke bahu.., leher.., pelan-pelan turun ke dadanya. Dia bilang, "Eh den mau apa...", tapi aku pura-pura tidak mendengar tanganku terus turun dan sampai ke dadanya yang agak membusung ke depan. Bi Asih agak sedikit bergetar badannya, dia bilang dengan halus, "Jangan den..., jangan", tapi dia tidak menepis tanganku. Aku semakin berani, pelan-pelan kuremas dadanya kiri kanan bergantian. Nampak napas Bi Asih agak memburu. Aku semakin berani lagi..., teringat akan bentuk buah dadanya yang indah tadi malam..., maka dengan sedikit nekat tanganku mulai masuk ke BH-nya. Ah, payudaranya terasa lembut sekali. Bi Asih bilang lagi dengan lirih, "Den jangan..", aku tidak peduli.

Lalu kubuka baju atas Bi Asih dan kubuka juga BH-nya. Mula-mula Bi Asih menolak untuk di buka tapi dengan agak sedikit memaksa akhirnya dia pasrah dan terbukalah bagian atas badan Bi Asih. Payudaranya munjung membusung ke depan, besar, putih dan bundar. Lalu mulai kuremas-remas, Bi Asih agak sedikit menggeliat, napasnya memburu. Aku ingat akan buku porno yang kubaca, lalu aku coba mempraktekkan..., aku mencoba mencium puting payudaranya lalu aku emut-emut seperti mengemut permen. Wah, sepertinya Bi Asih sangat menikmati permainanku, napasnya memburu dan agak sedikit terengah-engah. Ketika kuhisap lagi putingnya, dia pegang kepalaku dan bilang, "Den.., sudah Den..., sudah.., ah Bi Asih tidak tahan..", katanya. Aku malah makin bersemangat, seluruh payudaranya kujilati, aku kulum-kulum, aku emut-emut.

Bi Asih semakin gelisah dan tangannya yang tadi mengocok-ngocok penisku kiri terhenti bergerak dan hanya meremas penisku dengan kencang sekali, agak sakit juga rasanya tapi aku biarkan saja. Supaya lebih nikmat akhirnya aku buka baju atas Bi Asih, kucium lehernya, bahunya yang putih dan kubuka seluruh celanaku sehingga Bi Asih bebas memegang penisku dan telurku bergantian. Adegan ini cukup lama, berlangsung hampir sejam..., saat kulihat jam dinding sudah jam 10.30.

Lalu aku rebahkan Bi Asih di sofa panjangku.., mula-mula dia agak sedikit menolak tapi kudorong dengan tegas dan lembut, dia akhirnya menurutiku, kini aku lebih leluasa lagi menciumi buah dadanya, pelan-pelan agak turun aku ciumm perut Bi Asih, Dia tampak agak kegelian, aku semakin terangsang, aku ingat-ingat apa lagi yang harus dilakukan seperti di buku-buku porno.

Akhirnya pelan-pelan kubuka kain kebaya Bi Asih.
Dia bilang, "Eh den jangan mau apa..".
"Tidak bi tenang saja dech", aku bilang. Akhirnya kain yamg dikenakan Bi Asih terlepas dan aku buang jauh-jauh. Dia hanya memakai celana dalam saja. Eh.., biarpun dia ini orang desa tapi ternyata badannya bagus sekali seperti gitar dan sangat mulus. Betisnya indah, pahanya kencang sekali..., mungkin sering minum jamu kampung sehingga badannya terawat baik.

Aku cium perut Bi Asih lalu turun ke bawah dan turun ke bagian kemaluannya. Dia tampak mendorong kepalaku, "Jangan den..", tapi lagi-lagi aku paksa akhirnya dia diam. Setelah dia agak tenang aku mulai beraksi lagi. Celana dalamnya kutarik turun. Wah, ini dia betul-betul melawan dan tidak kuberi kesempatan, dia pegangi celananya itu..., tapi aku terus berusaha..., adu tarik dan akhirnya setelah cukup lama dia menyerah juga, tapi tangannya tetap menutupi kemaluannya. Pelan-pelan aku cium tangannya sampai akhirnya mau minggir juga dan kucium kemaluannya. Bi Asih tampak mengelinjang dan dia bilang, "Jangan Den..., jangan Den..", tapi aku menciumnya terus, akhirnya suaranya hilang, yang terdengar hanya napasnya saja yang terengah-engah. Di bagian tengah vaginanya agak ke atas vagina Bi Asih ada daging agak keras seperti kacang mungkin clitoris. Nah, clitorisnya ini aku jilat-jilat dan kadang-kadang aku emut-emut dengan bibirku.

Aku cium terus vagina Bi Asih dan tahu-tahu aku merasakan sesuatu yang agak basah dan bau yang khas. Bi Asih tampak menggoyang-goyangkan kepalanya dan pantatnya mulai goyang-goyang juga. Cairan yang keluar dari vagina Bi Asih makin banyak dan makin licin. Ah, aku sudah tidak tahan lagi rasanya..., lalu kubuka kaos bajuku dan aku sekarang sama-sama bugil dengan Bi Asih. Aku periksa lagi vagina Bi Asih. Yah masih seperti tadi malam tidak keliatan lubang apa-apa cuma daging-daging merah jambu mengkilat karena basah. Aku coba tusuk pakai jari tanganku dan ternyata ada juga lubangnya tapi kecil sekali ketika kuraba dengan jari tanganku, rupanya lubang itu tertutup oleh lapisan daging. Aku pikir apa cukup ya lubang ini kalau di masukin penisku. Aku penasaran lalu aku bangun dan belutut di pinggir sofa dan penisku aku arahkan ke vagina Bi Asih

Bi Asih nampak terkejut melihat aku telanjang bulat dan dia hendak mau bangun dan bilang, "Den jangan sampai ketelanjuran..., ya tidak boleh..".
Aku bilang, "Iya bi tenang saja..., aku cuma mau ngukur saja kok..", dan dia percaya lalu rebahan lagi sambil bilang, "Janji ya den jangan di masukin punya aden ke liangnya Bi Asih".
"Iya", jawabku singkat.

Lalu aku ukur-ukur lagi lubang vagina Bi Asih dengan penisku ternyata memang penisku ini tidak normal kali karena jangankan lubang yang di dalam vaginanya yang seukuran jari telunjukku besarnya, bibir bagian luarnya saja tidak muat, aku mulai berpikir, "Wah, benar kata joko aku ini tidak normal". Lalus aku bilang ke Bi Asih, "Bi kok kayaknya lubangnya Bi Asih mampet ya..., tidak ada lubangnya..", Bi Asih mengangkat kepala.
"Tahu ya.., dulu juga penis suami bibi rasanya tidak pernah masuk sampai ke dalam".
Aku pikir yang normal aku atau Bi Asih nich..., tapi dasar sudah nafsu sekali..., tidak ada lubang..., lubang apapun jadi deh aku pikir. Vagina Bi Asih semakin basah aku pegang-pegang terus. Lalu kutarik Bi Asih bangun dan kuajak ke kamar orang tuaku.
Dia menolak, "Ech jangan den".
"Tidak apa-apa", aku bilang, aku paksa dia ke kamar orang tuaku dan aku rebahkan dia di tempat tidur spring bed, kebetulan tempat tidur itu menghadap ke kaca jadi aku bisa melihat di kaca, lalu aku naik di atas tubuh Bi Asih, dan Bi Asih agak sedikit meronta, "Den kan janji ya tidak sampai di gituin..."
"Iya dech", aku bilang.

Aku lalu turun dari tubuh Bi Asih dan berlutut di samping tempat tidur lalu kutarik kedua kaki Bi Asih sampai pantat Bi Asih tepat di pinggiran tempat tidur lalu aku ciumi lagi vagina Bi Asih, dia kelihatannya senang diciumi lalu kupraktekkan apa yang aku baca di buku porno. Aku masukkan lidahku di sela-sela vagina Bi Asih. Terasa hangat dan basah, lalu aku mainkan lidahku. Aku jilat-jilat seluruh daging berwarna merah muda yang ada di dalam vagina Bi Asih. Aku jilat terus dan kadang-kadang aku sedikit hisap-hisap bagian clitorisnya. Bi Asih tampak kegelian dan menggoyang-goyangkan pantatnya ke atas seolah-olah hendak mengejar lidahku. Terasa semakin basah vagina Bi Asih dan mungkin sudah banjir kali dan semakin banyak cairannya, semakin licin aku lalu bangun dan kudorong lagi Bi Asih ke tengah tempat tidur dan aku timpah lagi tubuhnya.

Aku ciumi lagi payudara Bi Asih yang keras dan kenyal. Dia nampak mulai menikmati lagi dan agak sedikit mengerang-erang dan mengelus-elus rambut kepalaku. Pelan-pelan aku kangkangin paha Bi Asih, mula-mula dia agak melawan tapi akhirnya pasrah dan kutaruh penisku tepat di tengah-tengah vagina Bi Asih. Pelan-pelan aku dorong penisku ke vagina Bi Asih yang sudah mulai banjir dan licin. Aku merasa bahwa sekarang kepala penisku sudah mulai terjepit oleh bibir vagina Bi Asih tapi tetap belum bisa masuk. Pelan-pelan aku tekan agak keras Bi Asih tampak agak menggelinjang dan bilang, "Aduh den jangan di toblos den...", aku tidak peduli aku tekan lagi tapi susah juga rasanya untuk sampai ke dalam vagina Bi Asih, tapi belum mau tembus juga. Aku tarik lagi sedikit ke belakang dan kudorong lagi tetap seperti tadi, tapi aku tidak menyerah kutarik dorong, tarik dorong sekitar 10 menit, dan waktu aku tarik-dorong itu terdengar bunyi, "Ceprak.., ceprok.., ceprak..", rupanya vagina Bi Asih benar-benar banjir dan tiba-tiba aku mulai merasakan ada celah yang terbuka, aku makin semangat tarik dorong, tarik dorong.

Bi Asih nampak mulai merem-melek matanya, dan terlihat matanya membalik-balik ke belakang mulutnya mendesis-desis. Aku jadi semakin bernafsu, lalu aku kulum bibir Bi Asih. Dia menyambut ciumku dengan hot sekali. Baru pertama kali ini aku berciuman jadi tidak tahu caranya, tapi aku pakai naluri saja aku hisap-hisap lidah Bi Asih. Wah, dia makin membinal dan celah di vagina Bi Asih makin terasa agak melebar dan aku merasa kalau kutekan agak keras pasti kepala penisku ini bisa masuk ke dalam vagina Bi Asih, lalu aku mengambil ancang-ancang kebetulan kedua jari jempol kakiku bisa masuk di sela-sela tempat tidur sehingga aku punya pijakan untuk mendorong ke depan.

Pelan-pelan aku hitung dalam hati sambil tarik dorong, tarik dorong satu..., dua tiga..., empat..., liiima. Aku tekan yang keras penisku ke vagina Bi Asih. Bibir Bi Asih yang masih ada di dalam mulutku tiba-tiba bersuara, "Huhh..., ehmmh hu", dan Bi Asih memundurkan pantatnya ke belakang..., dia memandang ke padaku dan menggelengkan kepala, "Jangan..., sakit..", dia bilang. Akupun mengangguk. Lalu aku mulai kerja lagi.., tarik dorong.., belum masuk-masuk juga kepala penisku..., tapi akibat dorongan tadi kayaknya agak sedikit terbuka. Aku cari akal, lalu kedua tanganku turun ke bawah dan kumasukkan ke belakang pinggang Bi Asih lalu turun sedikit kuremas-remas pantat Bi Asih yang besar, sepertinya dia tambah semakin terangsang dan aku pikir ini lah saatnya. Aku pegang pantat Bi Asih keras-keras dan kutahan sekuat tenaga dan kuhitung lagi, "satu, dua, tiga..., tekaannn...".

Bi Asih tampak meronta-ronta tapi aku tidak peduli terus kutekan dan "Bless", penisku masuk kira-kira sepertiganya. Bi Asih meronta lagi, mungkin merasa sakit pada vaginanya karena penisku ukurannya besar sekali sehingga aku juga merasa bahwa sepertinya lubang vagina Bi Asih kecil sekali sampai-sampai penisku tidak bisa bergerak terjepit seperti mau dipress, rasanya kurang nikmat juga sehingga Bi Asih berusaha mendorong pinggulku ke atas tapi aku lebih cepat lagi. kutarik tanganku dari pantat Bi Asih dan kupegang ke dua tangan Bi Asih dan kutarik ke atas kepalanya dan kutahan..., dia berusaha meronta..., dengan mengeser pantat ke kiri dan ke kanan tapi aku tidak mau lepas, aku ikuti arah pergerakan pantat Bi Asih.., dia ke kanan aku ke kanan Bi Asih ke kiri aku ke kiri dia mundur aku maju. Bi Asih agak merintih-rintih dan seperti orang makan cabai pedas, dia memang kuat pinggangnya, terus goyang kiri dan kanan. Aku terus tancap penisku yang sudah masuk sepertiga ke vagina Bi Asih, akibat gerakan bibi asih ini mula-mula penisku yang tidak bisa bergerak akibat terjepit vagina Bi Asih mulai bisa bergerak dan aku aku malah semakin terangsang karena dengan gerakan kiri-kanan begitu penisku terasa tergesek-gesek oleh vagina Bi Asih. Lalu aku diamkan penisku di dalam vagina Bi Asih dan memang saat itu rasanya lubang Bi Asih sempit sekali dan penisku terasa di sedot oleh vagina Bi Asih.

Lama-lama gerakan Bi Asih agak melemah dan nafas agak terengah-engah dan agaknya dia mulai bisa menerima kehadiran penisku di dalam vaginanya dan sakitnya mulai hilang. Pelan-pelan aku mulai beraksi lagi kutarik sedikit penisku keluar tapi buru-buru kutekan lagi ke dalam agar tidak lepas. Terasa agak sempit tapi nikmat karena vagina Bi Asih sudah basah sekali jadi agak licin dan lancar pergerakkan penisku. Aku tarik sedikit dan tekan ke dalam.

Kira-kira 5 menit, aku melakukan hal itu aku benar-benar merasa nikmat sekali yang tak terhingga lalu dengan sangat bernafsu aku mulai menekan lagi penisku agak masuk lebih dalam lagi. Aku tarik dulu keluar sedikit lalu aku tekan keras-keras ke dalam, Bi Asih menggelinjang dan bersuara, "Aduh.., huhh.., hmm", tapi suara desahan itu malah makin merangsangku dan kutekan dengan keras lagi dan, "Blesss", masuk lagi penisku lebih dalam Bi Asih agak sedikit meronta mungkin agak sedikit nyeri, tapi aku tidak peduli kutekan lagi lebih keras lagi, cabut sedikit tekan lagi. Bi Asih agak meronta-ronta, aku semakin nikmat sekali rasanya agak seperti mau pipis, aku semakin bersemangat dan dengan sekuat tanaga aku tekan tiba-tiba pantatku ke depan dan, "Bleesss", penisku amblas ke dalam vagina Bi Asih. Bi Asih agak sedikit menjerit dan berusaha mencabutnya dengan menggeser pantatnya ke kiri dan ke kanan lagi tapi aku sudah samakin pintar, aku tekan terus dan kuikuti pergerakannya.

Setelah Bi Asih tidak melawan lagi mulai aku cabut setengah dan kumasukkan lagi. begitu berulang-ulang, nampaknya Bi Asih mulai menikmati dan dia kelihatan mengejang dan lalu memelukku keras-keras dan mulutnya mendesis-desis. Aku semakin bersemangat dan genjotanku semakin keras dan kencang dengan kedua kakiku kukangkangkan paha Bi Asih lalu aku genjot lagi penisku keluar masuk.

Kira-kira 10 menit Bi Asih mengejang lagi dan memelukku lebih kencang lagi sepertinya dia orgasme lagi dan setelah itu dia kelihatan agak loyo, tapi aku merasa ada sesuatu yang akan keluar dari penisku. Aku semakin keras mengocok penisku di dalam vagina Bi Asih dan kulihat dari kaca bagaimana penisku keluar masuk vagina Bi Asih, bila aku tekan tampak vagina Bi Asih masuk ke dalam dan bila aku tarik keluar kelihatan bibir vaginanya ikut keluar ke depan.

Kira-kira 15 menit aku merasa kepala peniskuku agak panas dan sret-sret, ada sesuatu keluar dari penisku. Aku merasa nikmat sekali, aku tekan keras-keras penisku di dalam vagina Bi Asih dan Bi Asih yang tadi sudah lemas tampak bersemangat lagi dan dia menggoyangkan pantatnya ke kiri ke kanan, aku semakin kenikmatan dan tiba-tiba terasa lagi ada cairan keluar dari penisku dan Bi Asih juga kelihatannya merasa nikmat juga, dia seperti mencari-cari sesuatu, pantatnya naik ke atas dan tiba-tiba dia mengejang dan memelukku keras sekali dan kedua pahanya melilit keras di pinggangku seperti orang main gulat. Aku tidak berkutik tidak bisa bergerak dan terasa cairan dari dalam penisku semakin banyak keluar. Bi Asih semakin menggila dia mengigit-gigit bahuku dan menjerit lirih, "Den.., nikmat sekali den...", aku peluk Bi Asih keras-keras dan kita berpelukan kurang lebih lima menit. Penisku yang tadi keras seperti batu sudah mulai melembek dan Bi Asih nampak tergelak lunglai di sebelahku. Aku lalu bangun dan kucabut penisku dari vagina Bi Asih dan kulihat vagina Bi Asih. Aku pegang dan aku buka belahannya kini nampak ada lubangnya dan aku melihat di sprei dekat vagina Bi Asih banyak sekali cairan dan agak berwarna sedikit merah jambu aku agak kaget dan bilang sama Bi Asih, "Bi..., bibi masih perawan ya...", Bi Asih tersenyum manis dan menjawab, "Iya den soalnya selama bibi nikah..., bibi belum pernah kemasukan..., karena mantan suami bibi dulu orangnya loyo..., baru nempel sudah banjir dan lemas..". Aku menggumam, "Pantas susah banget masuknya..", terus si Bi Asih menimpali, "Bukan susah..., tapi emang penisnya den bram yang kegedean..., bibi sampai hampir semaput rasanya..".

Malam itu aku tidur berdua dengan Bi Asih di kamar ortu saya. Kita tidur telanjang bulat cuma di tutup pakai selimut.
Pagi-pagi jam 5 pagi sudah terbangun dan penisku tiba-tiba mengeras lagi, tanpa permisi aku langsung naik lagi ke badan Bi Asih yang masih setengah tidur dan dia terbangun. Aku kangkangin lagi pahanya ke kiri dan ke kanan. Bi Asih diam saja pasrah hanya memandangi perbuatanku dengan sedikit senyum. Lalu penisku yang sudah mulai mengeras kutempelkan lagi di depan vagina Bi Asih dan aku tekan-tekan, tapi tidak bisa masuk-masuk. Bi Asih tersenyum dan dia bilang sini Bi Asih bantu. Lalu tangannya ke bawah memegang penisku dan membimbing penisku tepat di muka lubang vagina Bi Asih.., terasa hangat..., lubang itu dan mulai basah. Ternyata kali ini tidak sesulit tadi malam. Kepala penisku dengan beberapa kali tusukan maju-mundur mulai bisa masuk ke dalam tapi tetap saja terasa sempit walaupun vagina Bi Asih mulai basah dan licin dan kelihatanya Bi Asih juga merasa bahwa penisku luar biasa ukuranya. Beberapa kali dia sedikit mengaduh, tapi setelah vaginanya betul-betul banjir dan penisku bisa masuk seluruhnya dia mulai bisa menikmati dan pagi itu aku bersenggama dengan Bi Asih sampai jam 7.00 pagi. Bi Asih orgasme sampai 3 kali dan aku muncrat juga tapi tidak sebanyak tadi malam.

Seharian kita malas-malasan di tempat tidur dan sore hari kita bersenggama lagi sampai jam 10 malam. Senin pagi aku bangun dan bolos sekolah, karena pagi itu sehabis mandi pagi dan sarapan aku rencananya mau berangkat sekolah tapi tiba-tiba aku menjadi nafsu lagi melihat Bi Asih baru keluar dari kamar mandi yang cuma memakai handuk saja. Lalu kutarik Bi Asih ke kamarnya, kubuka handuknya, kuciumi payudara, kuhisap-hisap puting, dan kurebahkan dia di tempat tidurnya lalu kusetubuhi lagi. Wah, nikmat rasanya menyetubuhi Bi Asih yang baru mandi karena bau badannya segar bau sabun dan aku bersetubuh dengan Bi Asih di kamarnya senin pagi itu sampai jam 9.00 pagi dan aku terpaksa membolos sekolah. Sorenya orang tuaku pulang dari jakarta dan sejak saat itu aku kalau malam sering ke kamar Bi Asih dan melakukan hal itu lagi dan kelihatannya Bi Asih juga mulai ketagihan sepertiku. Ibuku aktif organisasi dharma wanita sehingga kami sering punya kesempatan berdua bersama Bi Asih dan selalu tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan itu.

Hubungan ini berlangsung kurang lebih 3 bulan, lama-lama ibuku mencium gelagat yang tidak beres antara aku dan Bi Asih. Hari itu kira-kira sebulan lagi sebelum aku ujian akhir kelas 3 SMP aku lihat pagi-pagi ibuku ada di kamar Bi Asih dan Bi Asih nampak tertunduk, sepertinya agak sedikit menangis. Aku tidak berani campur tangan dan waktu aku pulang sekolah Bi Asih sudah tidak di rumahku lagi. Dia sudah pulang kampung di antar oleh sopir ayahku. Aku sedih sekali saat itu.
Selamat tinggal Bi Asih, hanya itu yang bisa kuucapkan dalam hati.


TAMAT

Malam yang Keji


Waktu sudah larut malam saat Wiwin dan Anisya pulang jalan-jalan dari sebuah mall di kota Bandung, kota tempat mereka menuntut ilmu pada sebuah PTN terkemuka. Saat itu kampus mereka sedang liburan semester yang lumayan lama, sehingga banyak di antara teman-teman mereka yang memilih pulang kampung, namun bagi Wiwin dan Anisya lebih memilih untuk tetap tinggal di kota Bandung karena tidak banyak yang dapat mereka kerjakan untuk mengisi waktu liburan di Jakarta kota asal mereka.

Sampai di tempat kost mereka kira-kira jam 10 malam. Saat itu daerah di sekitarnya sudah sepi begitupula di dalam kost-kostan karena semua penghuninya pulang ke kampung atau kota asal mereka masing-masing untuk memanfatkan waktu liburan kuliah mereka, dan kini tinggallah mereka berdua saja yang masih bertahan di dalam areal kost yang luas dan besar itu. Walau usia mereka terpaut jauh, mereka berdua sangatlah akrab karena selain mereka tinggal sekamar dan berasal dari Jakarta, di kampus mereka juga satu fakultas.


Wiwin saat ini berusia 26 tahun, sementara Anisya baru berusia 18 tahun. Keduanya memiliki wajah yang cantik, Wiwin dengan bentuk badan yang berukuran sedang nampak anggun dengan penampilan kesehariannya, sedangkan Anisya memiliki tubuh yang mungil dan wajah yang imut-imut. Banyak pria yang tertarik kepada mereka berdua, karena bukan saja mereka cantik dan pintar, namun mereka juga pandai dalam bergaul dan ringan tangan. Akan tetapi dengan halus pula mereka menolak berbagai ajakan yang ingin menjadikan mereka sebagai kekasih atau pacar dari para pria yang mendekati mereka.

Wiwin saat ini lebih memilih berkonsentrasi untuk menghadapi sidang skripsinya, sedang Anisya yang baru menamatkan tahun pertamanya di kampus tersebut lebih memilih untuk aktif di organisasi kampus dari pada pacaran atau berhura-hura.

Sesampainya di kost, Wiwin langsung menuju ke kamar kost dan membuka pintu, sedangkan Anisya mampir dulu ke kamar mandi yang terletak agak jauh dari kamar kost mereka. Setelah membuka kamar, Wiwin begitu terkejut ketika dilihatnya kamar mereka sudah berantakan seperti habis ada pencuri. Belum lagi sempat memeriksa segalanya, tiba-tiba kepala Wiwin sudah dipukul dari belakang sampai pingsan.

Wiwin tidak tahu apa-apa sampai tubuhnya digoncang-goncang seseorang hingga tersadar dan menemukan dirinya sudah dalam keadaan terikat di kursi tempat biasanya dia duduk untuk belajar dan mulutnya disumpal kain, sehingga tidak dapat bersuara. Belum lagi lama dia siuman, matanya terbelalak ketika melihat pemandangan di sekitarnya, ia melihat dua pria di depannya. Yang menyuruhnya bangun, orangnya berbadan tinggi besar dan kepalanya berambut gondrong dia hanya mengenakan celana jeans kumal, badannya telanjang penuh dengan tatto. Dan satu orang lagi juga berbadan agak gemuk, berambut acak-acakan juga hanya mengenakan celana jeans.

Wajah mereka khas, usia mereka sekitar 40 tahunan. Sementara kamar kost mereka dalam keadaan tertutup rapat, jendela pun yang tadinya agak sedikit terbuka kini telah tertutup rapat. Tidak beberapa lama kemudian mata Wiwin kembali terbelalak dan ingin menjerit, karena kedua orang itu ternyata dikenalnya. Yang membangunkan dia bernama Asan dan satu lagi bernama Thomas atau sering dipangil Liem. Mereka berdua adalah teman dari Henry pemilik kost yang sering nongkrong di tempat itu, pekerjaan mereka tidak jelas.

Memang beberapa waktu yang lalu Wiwin dan Anisya dikenalkan oleh Henry kepada Asan dan Liem. Karena dengan setengah memaksa Henry, Asan dan Liem ingin dikenalkan dengan Wiwin dan Anisya yang waktu itu baru pulang dari kampus. Rupanya mereka berdua tertarik dengan kecantikan Wiwin dan Anisya. Akan tetapi rupanya cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Wiwin dan Anisya lebih sering menghindar untuk bertemu dengan Asan dan Liem. Dan yang membuat hati Wiwin menjerit dan panas adalah begitu sadar sepenuhnya dan mengetahui Asan sedang duduk di pinggir ranjang mereka sambil memangku Anisya yang saat itu sudah tinggal memakai BH dan celana dalamnya saja yang berwarna putih.

Anisya sambil menangis memohon-mohon minta dilepaskan, air matanya telah membasahi wajahnya yang cantik itu. Tapi si Asan yang badannya jauh lebih besar itu tidak menghiraukannya, dia mulai meremas-remas payudara Anisya yang baru sekepalan tangan orang dewasa itu yang masih terbungkus BH itu, kemudian menjilati leher Anisya.
Pria itu lalu berkata, "Diam, jangan macam-macam atau kupatahkan lehermu, nurut saja kalau mau selamat..!"
Setelah itu dilumatnya dengan rakus bibir indah Anisya dengan bibirnya, "Hmp.., cup.., cup..," begitulah bunyinya saat kedua bibir mereka beradu.
Air liur pun sampai menetes-netes keluar, rupanya lidah Asan bermain di dalam rongga mulut Anisya.

Sementara itu Liem yang berada di samping Wiwin berkata kepada Wiwin, "Hei, elo sudah bangun ya, teman elo ini boleh juga, gue pake dia dulu ya, baru setelah itu giliran elo, nah sekarang elo perhatikan gue baik-baik kalo sampe elo nanti engga bisa muasin nafsu gue, mampus deh elo..!" sambil mengelus-elus kepala Wiwin.
Wiwin mau berontak tapi tidak dapat berbuat apa-apa, Wiwin pun mulai pucat.

Lalu Asan yang masih memangku Anisya menyudahi serbuan bibirnya dan berkata, "Ok Sayang, ini waktunya pesta, ayo kita bersenang-senang!"
Dia menyuruh Anisya berlutut di depannya dan menyuruhnya membukakan celana jeans kumalnya, lalu mengulum batang kemaluannya.
Sambil menangis Wiwin memohon belas kasih, "J.. ja.. angan... tolong jangan perkosa saya, ambil saja semua barang di sini!"
Belum selesai berkata, tiba-tiba, "Pllaakkk..!" si Asan menampar pipinya dan menjambak rambutnya.

Dengan paksa Anisya dibuat berlutut di depannya, "Masukkan ke dalam mulut elo, hisap atau gue bunuh elo..!"
Terpaksa dengan putus asa dan wajah yang pucat dan gemetar, Anisya membuka celana Asan dan begitu dia menurunkan celana dalam Asan tampaklah kemaluan Asan yang telah membesar dan menegang. Tanpa membuang waktu Asan segera memasukkan kemaluannya itu ke mulut Anisya yang mungil itu. Batang kemaluannya tidak dapat sepenuhnya masuk karena terlalu besar, dengan kasar dia memaju-mundurkan kepala Anisya.
"Hhmppp.., emphh.. mpphh..!" begitulah suara Anisya saat mulutnya dijejali dengan kemaluan Asan.

Liem juga tidak tinggal diam, rupanya nafsu telah memenuhi otaknya, setelah dia melepas celana jeansnya dia berdiri di samping Anisya, menyuruh Anisya mengocokkan batang kemaluannya yang juga telah membesar dengan tangan. Batang kemaluan Liem tidak sebesar temannya, tapi diameternya cukup lebar sesuai dengan tubuhnya. Sekarang Anisya dalam posisi berlutut dengan mulut dijejali kemaluan Asan dan tangan kanannya mengocok batang kemaluan Liem.
"Emmhh.. benar-benar enak emutan gadis cantik ini, lain dari yang lain..!" kata Asan.
"Iya, kocokannya juga enak banget, tangannya halus nih..!" timpal Liem.

Beberapa lama kemudian nampak tubuh Asan menegang, seluruh badannya mengejang, dan, "A.. akh..!" Asan akhirnya berejakulasi di mulut Anisya.
Cairan putih kental memenuhi mulut Anisya menetes di pinggir bibirnya seperti vampire baru menghisap darah, dan Anisya terpaksa meminum semuanya karena takut ancaman mereka dan juga kuatnya pegangan tangan Asan di kepalanya.

Setelah itu mereka melepas BH dan CD Anisya, sehingga dia benar-benar telanjang bulat sekarang, tampaklah payudara dan bulu-bulu kemaluannya yang masih halus dan jarang.
"Waw cantik sekali anjing ini." ujar Liem sambil memandangi tubuh bagian dada dan bawah Anisya yang sedang terisak-isak ketakutan.

Kali ini Liem duduk di pinggir ranjang dan menyuruh Anisya berjongkok di depannya sambil terus memijati dan mengocok batang kemaluan dengan tangannya. Anisya terpaksa menuruti kemauan Liem itu sambil sesekali dipaksa untuk menjilati ujung batang kemaluannya, sehingga Liem mendengus keenakan. Sementara itu si Asan mengambil posisi berbaring di bawah kemaluan Anisya dan menjilati liang vaginanya sambil sesekali menusuk-nusukkan jarinya ke liang kemaluan itu.

Seketika itu Anisya kaget dan, "Ehhgh.., iihh... iih.. eggmhh..!" Anisya pun merintih-rintih jadinya, badannya menggeliat-geliat akibat tusukan jari-jari serta jilatan lidah Asan di kemaluan Anisya.
"Ayo anjing.., kocok terus barang gue..!" bentak Liem sambil menampar kepala Anisya.
Kembali Anisya mengocok kemaluan Liem sambil badannya terus meliak-liuk karena kemalunnya mendapat serangan dari tangan dan lidah Asan. Dari bibirnya pun terus terdengar suaranya merintih-tintih.

Sekitar 10 menit dikocok, Liem memuncratkan maninya dan membasahi wajah serta rongga mulut Anisya. Kali ini Anisya sudah tidak tahan dengan rasa cairan itu, sehingga dia memuntahkannya. Melihat itu Liem jadi gusar, dia lalu menjambak rambut Anisya dan menampar pipinya sampai dia jatuh ke ranjang.
"Pelacur anjing..! Kurang ajar, berani-beraninya membuang air maniku. Kalo sekali lagi begitu, kurontokkan gigi elo, dengar itu..!" bentaknya.

Asan pun terpaksa menyudahi aktifitasnya dan ikut-ikutan menampar Anisya.
"Goblok..! Gue lagi asyik nikmatin memek elo. Elo jangan macem-macem ya..!" bentak Asan.
Anisya hanya dapat menangis memegangi pipinya yang merah akibat dua kali tamparan itu. Nampak kemarahan Wiwin bangkit karena teman dekatnya diperlakukan begitu. Wiwin meronta-ronta di kursinya, tapi ikatannya terlalu kencang sehingga hanya dapat membuat kursi itu bergoyang-goyang. Melihat reaksi Wiwin si Asan berkata, "Kenapa? Elo tidak terima ya pacar elo gue pinjam, tapi sayang sekarang elo nggak bisa ngapa-ngapain, jadi jangan macem-macem ya, ha.. ha.. ha..! Abis ini giliran elo yang gue entot..! Hahaha..!"

Mereka kembali menggerayangi tubuh Anisya, kali ini Asan merentangkan tubuh Anisya di tempat tidur dan membuka lebar kedua pahanya, dan segera mulai memasukkan batang kejantanannya ke liang kemaluan Anisya.
"J.. jangan. Aduh.., tto.. long.., Mbak Wiwin. Ampun Bang..!" pinta Anisya sambil mencoba berontak tapi dengan sigapnya Liem membantu Asan dengan memegangi kedua tangan Anisya.
Batang kemaluan yang ukurannya besar itu dimasukkannya dengan paksa ke liang kemaluan Anisya yang masih sempit, sehingga dari wajah Anisya terlihat dia menahan sakit yang amat sangat, tangisannya pun semakin keras.

Setelah hampir seluruh batang kemaluannya terbenam di dalam liang kemaluan Anisya, Asan mulai memaju-mundurkan pantatnya, mulai dengan irama pelan hingga dengan cepat. Keringat pun dengan deras membasahi kedua tubuh itu. Beberapa saat kemudian dari sela-sela kemaluan Anisya mengucur darah segar bercampur dengan cairan bening hingga warnanya berubah menjadi merah muda meleleh membasahi paha Anisya.
"Aakkh.. aahh.. aaa. ouhh.. ss.. aakit. ooh. aampuun.. ohh..," begitulah erangan dan teriakan Anisya merasakan sakitnya.

Rupanya teriakan dan erangan Anisya menambah nafsu dan semangat Asan untuk terus memompakan kemaluannya dengan keras dan cepat hingga badan Anisya pun terbanting-banting dan terguncang-guncang keras. Anisya hanya pasrah mengikuti irama Asan dan kedua tangan Anisya pun kini sudah dilepas oleh Liem.

Selama beberapa menit disetubuhi oleh Asan, tiba-tiba badan Anisya menegang sampai secara refleks dia memeluk kepala Asan yang sedang asyik menggenjotnya. Dia rupanya mengalami orgasme sampai akhirnya melemas kembali. Asan pun menyudahi gerakan memompanya namun kemaluannya masih tetap tertanam di dalam liang vagina Anisya.
"He... he... he... Baru kali ini kan loe ngerasain pria cokin, gimana rasanya enak engga, jawaabb..!" bentak si Asan sambil menarik rambut Anisya.

Karena takut mereka semakin gila, terpaksa dengan berlinang air mata Anisya menjawab, "E.. e.. enak, enak sekali..!"
"Jawab lebih keras supaya teman loe dengar pengakuan loe..!" kata Liem.
"I.. iya, s.. saya suka sekali bercinta." jawabnya dengan suara terbata-bata.
"Tuh, kamu dengar kan, apa kata teman elo, dia suka dientot, ha.. ha.. ha..!" ejek mereka pada Wiwin yang hanya dapat meronta-ronta sambil menangis di kursinya.
Hatinya benar-benar serasa mau meledak tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa.

Kemudian si Asan mencabut kemaluannya dan membuat posisi badan Anisya gaya posisi anjing, dia kemudian memasukkan kejantanannya yang berukuran 20 cm lebih itu ke pantatnya Anisya hingga terbenam seluruhnya.
Karena rasa perih dan sakit yang tidak terhingga, maka Anisya berteriak memilukan, "Aaakkhh..!"
Lalu dia menariknya lagi, dan dengan tiba-tiba sepenuh tenaga dihujamkannya benda panjang itu di pantat Anisya hingga membuatnya tersentak kaget dan kesakitan sampai matanya membelalak.

"Ooughh..!" Anisya mendengus keras menahan rasa perih dari lubang duburnya, seluruh badannya kembali mengeras lolongannya pun kembali terdengan memilukan, "Aahh... ouh.. aah..! Aa.. mpun.., ssakit. Aakhh..!"
Kini Asan meyodomi Anisya dengan irama yang keras dan cepat hingga Anisya menggelepar-gelepar, dan badannya kini mulai melemah dan habis akibat digenjot oleh Asan.

Tidak beberapa lama Asan akhirnya mencabut kemaluannya dari lubang dubur Anisya dengan kasar. Kembali darah segar mengucur deras dari liang dubur Anisya, sementara Anisya tertelungkup jatuh ke kasur disertai rintihan panjang melemah, "Aahh..!"
Namun Asan belum juga puas, kemalunnya masih garang. Kini ditelentangkannya Anisya dan kembali Asan meniduri Anisya dan memasukkan kembali batang kemaluannya ke lubang vagina Anisya yang telah lemas itu, dan kembali Asan menggenjot tubuh lunglai itu.

Tidak lama Asan pun berejakulasi di rahim Anisya. Lolongan kepuasan keluar dari mulut Asan disaat menyemprotkan spermanya yang jumlahnya banyak itu hingga meluber keluar dari sela-sela kemaluan Anisya. Anisya pun merintih lirih, dan akhirnya bersamaan dengan itu Anisya pun pingsan karena kehabisan tenaga dan rasa sakit yang tidak terhingga.

Dengan perasaan puas Asan pun merebahkan badannya di samping Anisya yang tergeletak tidak bergerak.
"Akhirnya gue perawanin juga elo. Dasar cewek sombong..!" ujarnya sambil mengehela napas dan melirik Anisya.

Sesudah itu kini Liem yang tadi menjadi penonton mulai mendekati Wiwin yang masih terikat lemas di kursinya.
"Hei, teman elo boleh juga tuh. Nah, sekarang giliran elo yang servise gue. Asal elo tau gue itu naksir berat ama elo, tapi elo menghindar melulu. Gue tau gue jelek dan gue beda ama yang elo bayangkan jadi pacar elo. Buat gue itu engga soal, sekarang gue cuma mau perkosa elo. Udah gitu elo bebas, tapi kalo elo berontak, Mati elo..!"
"PLAAK..!" sebuah tamparan keras menghantam kepala Wiwin hingga Wiwin yang masih diikat di kursi itu terjatuh bersama kursinya.
"Hmmph..!" dengan mulut tersumbat Wiwin berteriak.

Kemudian dia menarik dan meletakkan tubuh Wiwin mengembalikan ke posisi semula. Dengan pisau dapur milik kedua mahasiswi itu dia merobek-robek baju kaos lengan panjang yang dikenakan oleh Wiwin. Nafas Wiwin tersentak ketika dengan cepat Liem dengan pisaunya melucuti BH dan celana panjang bahan yang dikenakannya. Sekarang Wiwin hanya memakai celana dalamnya yang berwarna putih serta sepasang kaos kaki putih setinggi lutut yang selalu dikenakannya. Payudaranya yang penuh bulat terbuka, tubuhnya putih mulus masih dalam posisi terikat di tempat duduknya.

"Hmph.., hmph..!" Wiwin meronta sambil memandang Liem dengan putus asa, matanya memerah dan air matanya mengalir deras membasahi pipinya, wajahnya pucat pasi.
Karena dia menyadari yang akan terjadi pada dirinya, yaitu sebagai pemuas nafsu bejat.
"Diem brengsek..!" kata Liem, "PLAK..!" sekali lagi tamparan kuat mendarat di pipi Wiwin, membuat kepala Wiwin tersentak.

Kemudian ia membuka ikatan Wiwin dan membantingnya ke tempat tidur dalam posisi telungkup, dan setelah itu dia merentangkan kedua tangan Wiwin serta melebarkan kedua kaki Wiwin hingga posisi Wiwin kini seperti orang merangkak. Wiwin hanya dapat pasrah mengikuti kemauan Liem. Tepat di hadapannya terdapat kaca rias, setinggi tubuh manusia. Kaca itu biasanya digunakan Wiwin dan Anisya untuk berdandan sebelum pergi kuliah.

Leim lalu merobek celana dalam Wiwin dengan kasar dan menjatuhkannya ke lantai. Sekarang Wiwin dapat melihat dirinya melalui cermin di depannya telanjang bulat, dan di belakang dilihatnya Liem sedang mengagumi dirinya.
"Gila bener! Gue suka pantat lo. Lo bener-bener oke!"
Liem menampar pantat sekal Wiwin yang sebelah kiri yang membuat Wiwin menjerit kaget.

Lalu tanpa menunggu lagi, Liem yang mulai dirasuki nafsu sex memperlihatkan penisnya yang sudah keras. Liem hanya membiarkan topi yang masih tetap membungkus kepala Wiwin dan sepasang kaos kaki putih yang masih dikenakan Wiwin, mungkin ini dapat membuat nafsu Liem semakin menjadi. Karena memang dengan mengenakan topi, wajah Wiwin jadi nampak cantik dan lucu seperti komentar kebanyakan teman-temannya.

Kemudian Liem menyelipkan penisnya di antara kedua kaki Wiwin lewat belakang.
"Ooh.., ampun Pak Liem. Ampunn.., jangann.. jangan! Ampun, jangan..!" Wiwin mulai menangis dan rasa tegang menyeliputi hatinya.
Sambil menoleh ke belakang dan memandang Liem, Wiwin mencoba untuk meminta belas kasihan. Terlihat air mata meleleh dari matanya. Namun Liem terus mengancam dengan pisau dapur yang masih digenggamnya.

Liem tidak perduli Wiwin memohon-mohon. Kepala penisnya kemudian menyusuri belahan pantat Wiwin, terus menuju ke bawah, kemudian maju mendekati bibir vaginanya. Setelah tangan si Liem memegang pinggul Wiwin, dengan satu gerakan keras penisnya bergerak maju.
"Arrgghh.., ahh.., Ampun..!" Wiwin menjerit-jerit ketika penis Liem mulai membuka bibir vaginanya dan mulai memasuki lubang kemaluannya.
Kaki Wiwin mengejang menahan sakit ketika penis Liem terus menembus masuk tanpa ampun menusuk-nusuk selaput daranya.

Bibir tebalnya menganga membentuk huruf O dan mengeluarkan rintihan-rintihan, "Oohhh.., oouugghh.., aa.. ampuun Bangg..! Aakkhh..!"
Badannya pun tersodok-sodok. Liem terus bergerak memompa maju mundur memperkosa Wiwin. Ketika kepala Wiwin terjatuh lunglai kesakitan, dia menarik kepala Wiwin sehingga kepalanya kembali terangkat dan Wiwin kembali dapat melihat dirinya disetubuhi oleh Liem melalui cermin di depannya.

Kadang-kadang Liem menampar pantat Wiwin berulang kali, juga dilihatnya payudara Wiwin yang tersentak-sentak setiap kali Liem menyodok penisnya ke dalam vagina Wiwin dan dia hanya dapat pasrah mengerang-ngerang dan merintih. Tiba-tiba Liem mengeluarkan penisnya dari vaginanya. Wiwin langsung meronta dan berlari menuju pintu, berharap seseorang akan melihatnya minta tolong, biarpun dirinya telanjang bulat.

Tapi tiba-tiba Asan yang ternyata sudah pulih terlebih dahulu menyambar pinggangnya sebelum Wiwin sampai ke pintu depan.
"Ahh, tolong! Tolompphh..," teriakan Wiwin dibungkam oleh tangan Asan, sementara itu Liem mendekat dan memukul Wiwin dengan keras.
Wiwin pun jatuh terjelembab ke lantai.
"Dasar Bandel ya..!" ujar Liem.

Kemudian Liem mengikat tangan Wiwin menjadi satu ke depan. Setelah itu, Wiwin didorong hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya. Sekarang Liem memasukkan penisnya ke mulut Wiwin.
"Mmpphh..!" Wiwin mencoba berteriak dengan penis yang sudah masuk di dalam mulutnya.
Sementara itu Liem dengan tenang terus menggerakkan penisnya di mulut Wiwin. Kedua tangan Liem memegang kepala Wiwin dengan kencangnya menggerak-gerakkan maju dan mundur. Mata Wiwin tertutup dan wajahnya memerah, air matanya masih meleleh turun di pipinya, baru pertama kali dalam seumur hidupnya dia diperlakukan seperti ini.

Setelah beberapa lama mengocok kemaluannya di rongga mulut Wiwin, terlihat tanda-tanda Liem akan mencapai klimaksnya, gerakan memaju-mundurkan kepala Wiwin semakin cepat.
Dan, "Akkh... Croot.., croot..!" Liem berejakulasi di mulut Wiwin, sperma yang keluar jumlahnya cukup banyak sehingga meluber keluar dari mulut Wiwin.
Wiwin hanya dapat mendengus-dengus dan dengan terpaksa menelan semua sperma yang dimuntahkan Liem tadi, sementara pegangan tangan Liem di kepala Wiwin semakin kencang, sehingga sulit bagi Wiwin untuk menarik kepalanya.

Setelah semprotan sperma yang terakhir, barulah Liem mencabut kemaluan dari mulut Wiwin yang kini mulutnya terlihat penuh dengan lendir memenuhi rongga mulutnya hingga ke bibirnya. Dengan napas puas Liem mencapakkan kepala Wiwin hingga telentang di kasur.
"Siap, siap Sayang. Gue musti ngerasain pantat lo yang putih mulus dan sekal ini..!" tiba-tiba terdengar suara Asan yang sudah berada di samping Wiwin.
Wiwin memandang Asan dengan wajah ketakutan. Dia tahu bagaimana Asan memperlakukan Anisya hingga pingsan.

Kemudian Asan menoleh ke Liem yang duduk di belakangnya untuk istirahat setelah klimaks tadi.
"Ja.. jangan, jangann.. Bang Asan.. saya nggak mau diperkosa di situ Bang..! Ampun Bang. Rasanya ssakit.., kasihani saya Bang..!" ujar Wiwin memelas kepada Asan.
"He Anjing. Gue tetep nggak perduli lo mau apa nggak..!"
Asan menarik tubuh Wiwin hingga dia terjatuh di atas sikunya lagi ke lantai, dan mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi. Kemudian dia menempatkan kepala penisnya tepat di tengah liang masuk anusnya.

Setelah itu dia membuka belahan pantat Wiwin lebar-lebar.
"Ampun, jangan..! Sakit..! Ampun Bang Asan. Ampun..! Aakkhh..!"
Asan mulai mendorong masuk, sementara Wiwin mejerit-jerit minta ampun. Wiwin meronta-ronta tidak berdaya, matanya terbelalak, hanya semakin menambah gairah Asan untuk terus mendorong masuk penisnya. Wiwin terus menjerit, ketika perlahan seluruh penis Asan masuk ke anusnya.
"Ampun..! Sakit sekali! Ampun! Ooughh.. iihh..!" jerit Wiwin, ketika Asan mulai bergerak pelan-pelan keluar masuk anusnya.

"Buset! Pantat lo emang sempit banget! Lo emang cocok buat beginian!" kata Asan sambil mengusap-usap buah pantat Wiwin.
Sementara itu darah segar terlihat mulai mengalir menetes-netes membasahi paha dan kasur.
"Bener-bener pantat kualitas nomer satu!" omel Asan sambil terus memompa kemaluannya.

Tangisan Wiwin makin keras, "Sakit! Sakit sekali! Ampun, sakit! Sakit Pak, ampun..!"
Sementara itu badannya mengejang-ngejang menggelepar-gelepar menahan rasa sakit yang teramat sangat, tubuhnya semakin basah oleh keringatnya.
"Gila, gue bener-bener seneng sama pantat lo!" ujar Asan sambil terus menyodomi Wiwin.
Hingga akhirnya tubuh Asan mengejan keras, kepalanya menengadah ke atas, cengkraman tangan di pinggang Wiwin pun semakin keras dan urat-uratnya pun kini terlihat pertanda sebentar lagi dia akan mencapi klimaksnya.

Asan berejakulasi di lubang pantat Wiwin yang semakin kepayahan dan tubuhnya melemah. Asan pun dengan menghela napas lega kembali menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Wiwin yang juga terjatuh telungkup badannya lemas dan menahan rasa sakit yang tidak terhingga di lubang duburnya yang kini mengalami pendarahan.

Suara yang terdengar dalam kamar kost itu hanya tangisan Wiwin, tangisan yang benar-benar menyayat hati, yang membuat Liem kembali bangkit nafsunya. Liem berjongkok membalikkan tubuh Wiwin yang tadinya telungkup menjadi telentang. Kemudian menarik kaki Wiwin, lalu membukanya dan menekuk hingga kedua pahanya menyentuh buah dadanya.

Kini posisi Wiwin telah siap untuk disetubuhi, Liem meraih penisnya yang telah kembali tegang dan memeganginya, memandang ke arah Wiwin yang memalingkan wajahnya dari Liem, matanya terpejam erat-erat wajahnya yang masih mengenakan topi nampak cantik walau penuh dengan keringat dan air mata. Liem mengarahkan penisnya ke vagina Wiwin, cairan yang keluar dari penisnya membasahi vaginanya, membantu membuka bibir vagina Wiwin. Wiwin mengerang dan merintih, tubuhnya kembali meronta-ronta, giginya menggeretak, Liem nampak menikmati jeritan Wiwin ketika dia menghunjamkan penisnya ke vaginanya yang telah basah oleh darah dan cairan vaginanya.

"Aahhgghh..!" Liem mulai memperkosa Wiwin.
Kaki Wiwin terangkat karena kesakitan dan rintihan terdengar dari tenggorokannya. Tubuhnya mengejang berusaha melawan ketika Liem mulai bergerak dengan keras di vagina Wiwin. Liem menarik penisnya sampai tinggal kepalanya di vagina Wiwin sebelum didorong lagi masuk ke dalam rahimnya. Liem semakin bersemangat mompakan batang kemaluannya di dalam rahim Wiwin.

Nafsu telah membakar dirinya sehingga gerakannya pun semakin keras, sehingga semakin cepat tubuh Wiwin pun lemas tergoncang-goncang dan tersodok-sodok. Dan suatu ketika dengan kasarnya dicampakkannya topi yang menutupi kepala Wiwin oleh Liem, sehingga tergerailah rambut indah seukuran bahu milik Wiwin. Kini pada setiap hentakan membuat rambut indah Wiwin tergerai-gerai menambah erotisnya gerakan persetubuhan itu. Sambil terus menggenjot Wiwin, bibir Liem kini dengan leluasa melumat dan menjilati leher jenjang Wiwin yang tidak tertutup topi dan menyedot salah satu sisi leher Wiwin.

Gerakan dan hentakan-hentakan masih berlangsung, iramanya pun semakin cepat dan keras. Wiwin pun hanya dapat mengimbanginya dengan rintihan-rintihan lemah dan teratur, "Ahh.. ohh.., ooh.. ohh.. oohh..!" sementara tubuhnya telah lemah dan semakin kepayahan.
Akhirya badan Liem pun menegang dan tidak beberapa lama kemudian Liem berejakulasi di rahim Wiwin. Sperma yang dikeluarkannya cukup banyak. Liem nampak menikmati semburan demi semburan sperma yang dia keluarkan, sambil menikmati wajah Wiwin yang telah kepayahan dan lunglai itu.

Liem mengerang kenikmatan di atas badan Wiwin yang sudah lemah yang sementara rahimnya menerima semburan sperma yang cukup banyak.
"Aauughh.. oh..!" Wiwin pun akhirnya tersentak tidak sadarkan diri dan jatuh pingsan menyusul Anisya temannya yang terlebih dulu pingsan.
Badan Liem menggelinjang dan mengejan disaat melepaskan semburan spermanya yang terakhirnya dan merasakan kenikmatan itu. Batinnya kini puas karena telah berhasil menyetubuhi dan memperkosa serta merengut keperawanan Wiwin gadis mahasisiwi cantik yang ditaksirnya itu.

Senyum puas pun terlihat di wajahnya sambil menatap tubuh lunglai Wiwin yang tergelatak di bawahnya. Liem pun ibarat telah memenangkan suatu peperangan, akhirnya terjatuh lemas lunglai tertidur dan memeluk tubuh Wiwin yang tergolek lemah.

Begitulah malam itu Asan dan Liem telah berhasil merenggut kegadisan dua orang gadis cantik yang ditaksirnya. Waktu pun berlalu, fajar pun hampir menyingsing, kedua tubuh gadis itu masih tidak bergerak. Bekas keringat, cairan sperma kering dan darah mulai kering nampak menghiasi tubuh telanjang tidak berdaya kedua gadis cantik itu.

Pagi itu saat Asan dan Liem sudah rapih mengenakan pakaian mereka, tiba-tiba Henry sang pemilik kost mendatangi kamar kedua gadis itu. Saat itu dia bersama Acong teman Henry yang juga teman Asan dan Liem.
"Hei.., kalian disini rupanya." ujar Henry.
Dan seketika matanya terbelalak ketika melihat ke dalam kamar kost dan melihat tubuh kedua gadis telanjang itu tergeletak tidak bergerak.
"Wah elo-elo abis pesta disini ya..?" tanya Henry.
Tanpa menjawab, Liem dan Asan dengan tersenyum hanya berlalu meninggalkan Henry dan Acong yang terbengong-bengong.

Saat Liem dan Asan berjalan meninggalkan kamar kost, mereka sempat melirik ke belakang. Rupanya Henry dan Acong sudah tidak terlihat lagi dan kamar kedua gadis itu kembali rapat terkunci. Kini rupanya giliran Henry dan Acong yang berpesta menikmati tubuh kedua gadis malang itu.

Memang rupa-rupanya Henry juga memendam cinta kepada gadis-gadis itu dan kali ini dia dibantu oleh Acong dapat leluasa menikmati tubuh gadis-gadis itu. Kembali tubuh Anisya dan Wiwin yang sudah tidak sadarkan diri menjadi bulan-bulanan. Henry dan Acong pun leluasa berejakulasi di mulut dan rahim gadis-gadis itu sepuas-puasnya.


TAMAT