Sabtu, 10 Januari 2015

Tetangga Kost

Kamar kostku sangat sederhana, hanya dibatasi dinding papan yang sudah rapuh dari kamar pasangan suami istri yang belum punya anak. Karena kondisi itulah sejak aku sewa kamar itu selama 2 bulan aku mempunyai kebiasaan mengintip dari sebuah lubang kecil di dinding ujung tempat tidurku yang makin lama semakin melebar karena ulah jariku. Lubang itu kututup dengan poster sehingga tidak ada cahaya yang keluar dari kamarku. Sedangkan di kamar sebelahku antara dinding dengan tempat tidur mereka hanya terhalang oleh kelambu.

Kegiatan mengintipku tidak mengenal batas waktu, dari pagi, siang ataupun malam. Sehingga aku hafal benar kehidupan di kamar sebelah, dari lekuk tubuh Mbak Dwi (nama samaran) sampai kehidupan sex mereka. Walaupun kehidupan rumah tangga mereka tampak rukun, tetapi aku tahu bahwa Mbak Dwi selalu tidak terpuaskan dalam kehidupan sex, karena suaminya hanya mampu 2-3 menit dalam bertempur, itu pun tanpa pemanasan yang cukup. Sehingga sering aku melihat Mbak Dwi diam-diam melakukan masturbasi menghadap ke dinding (ke arahku) setelah selesai bersenggama dengan suaminya. Dan biasanya pada saat yang sama, aku pun melepas hajatku, tanpa berani bersuara sedikitpun. Bahkan tidak jarang kulihat Mbak Dwi terlihat tidak bernafsu melayani suaminya, dan menjadikan tubuhnya hanya untuk melepas birahi suaminya saja.

Aku kenal dekat dengan Mbak Dwi dan suaminya, aku sering bertandang ke rumahnya untuk membaca koran karena kamar kontrakannya satu rumah denganku, bedanya mereka mempunyai ruang tamu, ruang tidur dan dapur. Aku lebih akrab dengan Mbak Dwi. Disamping umurnya kuperkirakan tidak jauh terpaut banyak di atasku, juga karena suaminya berangkat kerja sangat pagi dan pulang malam hari, itulah yang membuatku dekat dengannya. Mbak Dwi sebagai ibu rumah tangga lebih banyak di rumah, sehingga kami lebih sering bertemu di siang hari, karena kuliahku rata-rata 2 mata pelajaran sehari, dan selama itu pula aktifitas mengintipku tidak diketahui oleh mereka.

Hingga pada suatu hari, aku berniat pulang kampung dengan menggunakan Travel, yaitu kendaraan jenis minibus yang dapat dimuati 8 orang dan dioperasikan dari kota S ke kotaku pulang pergi. Aku selalu menggunakan jasa angkutan ini, karena harganya tidak terlalu mahal dan juga diantar sampai ke rumah. Aku kaget ketika masuk kendaraan, ternyata di dalam sudah ada Mbak Dwi yang mendapat tempat duduk persis di sampingku.

“Eh Mbak Dwi, mau kemana..?” sapaku sambil mengambil tempat duduk di sampingnya.
“Oh Dik Ton.., mau ke kota T. Ada saudara Mas yang sakit keras, tapi Mas nggak bisa cuti. Jadi saya datang sendiri.”
Kami pun terlibat obrolan yang menyenangkan.
Dia menggunakan rok lengan pendek, sedangkan aku menggunakan t-shirt, sehingga berkali-kali tanpa sengaja kulit lengan kirinya yang putih mulus bersetuhan dengan kulit lengan kananku. Perjalanan malam yang akan memakan waktu 8 jam ini akan menyenangkan pikirku.

Kami sudah kehabisan obrolan, kulihat Mbak Dwi memejamkan mata, walaupun aku yakin dia belum tidur. Gesekan lengan kami lama-lama menimbulkan rangsangan buatku, sehingga kurapatkan dudukku ketika mobil berbelok. Kini tidak hanya lenganku yang menempel, tetapi pinggul kami pun saling menempel. Mbak Dwi mencoba menjauh dari tubuhku, dan aku pura-pura tidur, tapi posisi menjauhnya menyulitkan duduknya, sehingga pelan-pelan lengannya kembali menempel ke lenganku. Aku diam saja dan menahan diri, lalu lama-lama kugesekkan lenganku ke kulit lengannya, pelan sekali, setelah itu berhenti, menunggu reaksinya, ternyata diam saja. Darahku mulai cepat beredar dan berdesir ke arah penisku yang mulai mengeras.

Kuulangi lagi gesekanku, kali ini lebih lama, tetap tidak ada reaksi. Kuulangi lagi berkali-kali, tetap tidak ada reaksi. Kini aku merasa yakin bahwa Mbak Dwi juga menikmatinya, kumajukan lenganku pelan-pelan, kutindihkan lengan kananku di lengan kirinya. Kulihat Mbak Dwi masih tidur (pura pura..?) dan kepalanya beberapa kali jatuh ke pundakku. Aku makin terangsang, karena lenganku menempel pada buah dadanya. Mbak Dwi masih diam saja ketika tangan kiriku mengelus-elus kulit lengannya yang mulus, aku sangat menikmati kulitnya yang halus itu. Aku terkejut ketika dia membetulkan duduknya, tetapi tidak, ternyata dia menarik selimut pembagian dari Travel, yang tadinya hanya sampai perut sekarang ditutup sampai lehernya. Aku mengerti isarat ini, walaupun duduk di barisan belakang dalam kegelapan, tetapi kadang-kadang ada sinar masuk dari kendaraan yang berpapasan.

Kulihat ibu-ibu di samping Mbak Dwi masih terlelap dalam tidurnya. Melihat isyarat ini, kuletakkan tangan kiriku di atas buah dadanya, tangannya menahan tangan dan berusaha menyingkirkannya, tetapi aku bertahan, bahkan kuremas dadanya yang cukup besar itu dari luar bajunya. Tidak puas dengan itu, tanganku kumasukkan dalam bajunya, kusingkapkan BH-nya ke atas, dan kuremas dadanya yang kenyal dengan lembut langsung ke kulit payudaranya yang halus sekali.

Kembali tangannya mencengkeram tanganku ketika aku memelintir putingnya yang sudah mengeras, tetapi hanya mencengkeram dan tidak menyingkirkan. Kepala Mbak Dwi tersandar di bahuku, sedangkan kemaluanku sudah sangat keras dan berdenyut. Kuremas dan kuelus buah dadanya yang kenyal dan licin dengan lembut sepuas-puasnya, Mbak Dwi terlihat sangat menikmatinya. Permainan ini cukup lama, ketika rangsanganku makin meningkat, kurasakan penisku makin keras mendesak celanaku. Kugeser tanganku dari payudaranya ke perut dan pinggangnya yang langsing, dari pusar tanganku makin ke bawah mencoba menerobos ke bawah CD-nya. Mbak Dwi menahan tanganku dan menyingkikirkannya dengan keras. Akhirnya aku harus puas mengelus perutnya.

Aku sudah sangat terangsang, dalam kegelapan kubuka resleting celanaku, kukeluarkan penisku yang sudah sangat keras dari celana. Kubimbing tangan Mbak Dwi ke kemaluanku. Pada awalnya dia menarik tangannya, tetapi setelah kupaksa di tengah tatapan protesnya, ahirnya dia mau menggenggam kemaluanku. Sungguh nikmat sekali tangannya yang telah menyetuh barangku, bahkan dengan lembut meremas-remasnya.

“Mbak Dwi jangan diremas, dielus saja..!” bisikku.
Bersamaan dengan itu, kembali tanganku menyusup ke celana dalamnya. Kali ini Mbak Dwi diam saja, bahkan tanpa sadar diangkatnya kakinya, menumpangkan paha kirinya ke atas pahaku. Di tengah rimbun rambut kemaluan, kucari celah vaginanya, kujumpai vaginanya sudah mulai basah. Ketika jari tenganku mengelus dan memutar klitorisnya, kulihat Mbak Dwi mendesis-desis menahan rintihan. Sementara elusan di batang kemaluanku telah berubah menjadi kococokan.

Kenikmatan sudah memenuhi batang kemaluanku, bahkan menjalar ke pinggul. Ketika jariku sedang mengelus di dalam dinding dalam vaginanya, kurasakan kedutan di kepala kemaluanku sudah semakin kencang. Aku tidak tahan lagi.
“Crot..,” akhirnya muncratlah air maniku beberapa kali, dan bersamaan dengan itu pula terasa dinding vagina Mbak Dwi menjepit keras jariku, punggungnya mengejang, Mbak Dwi mengalami orgasme.
Kutarik tanganku, dan kurapihkan selimutku dan juga selimutnya. Setelah itu kami terlelap tidur dengan kepala Mbak Dwi tersandar di pundakku.

*****

Aku terbangun ketika mobil berhenti di tempat parkir sebuah restoran yang sudah dipenuhi dengan bis malam. Di tengah sawah yang gelap itu, berdiri sebuah restoran Padang, tempat para supir istirahat dan penumpang minum kopi dan makan. Penumpang minibus beranjak turun, Mbak Dwi kulihat masih terlelap tidur. Dia bangun ketika ibu-ibu yang duduk di sebelahnya terpaksa membangunkannya karena mau lewat untuk turun, dan dia hanya memiringkan tubuhnya untuk memberi jalan.

Mobil kami diparkir di paling ujung di sebelah sawah yang gelap di antara parkir bis-bis besar jurusan luar kota. Semua penumpang telah turun, dan aku hanya berdua dengan Mbak Dwi. Kupandangi wajah cantiknya, kuraih lehernya ke arahku, dalam kantuknya kucium dengan lembut bibirnya, kuhisap dan kumasukkan lidahku mencari lidahnya. Dia membalasnya setengah sadar, tetapi ketika kesadarannya mulai pulih, Mbak Dwi membalas ciumanku, lidahnya bergesekan dengan lidahku, hisapannya juga tumpang tindih dengan hisapanku. Tanganku sudah masuk ke dalam bajunya dan meremas buah dadanya, nafasku dan nafasnya mulai memburu. Batang penisku kembali menegang dengan besaran yang penuh.

Kucium lehernya, dia menggelinjang kegelian dan aku makin terangsang. Dan kuberanikan diri untuk meminta kepadanya.
“Mbak Dwi, saya pengin dimasukkan.., boleh kan Mbak..?”
Dia hanya mengangguk dan mengangkat pantatnya ketika aku melepaskan CD-nya. Kuperosotkan celanaku sampai ke lutut, sehingga batang kemaluanku mendongak ke atas bebas.

Ketika sedang berpikir bagaimana posisi yang pas untuk menyetubuhinya pada posisi duduk di jok belakang yang sempit itu, tiba-tiba Mbak Dwi bangkit, mengangkangi kedua pahaku menghadap ke arahku. Dengan mencincing roknya sampai ke pinggang, dipegangnya batangku dan di bimbingnya ke arah kemaluannya. Disapukannya kepala penisku dari ujung klitorisnya sampai bibir vaginya yang paling bawah berkali-kali. Kurasakan geli dan nikmat digeser-geser di daerah licin seperti itu. Aku mendesis kenikmatan karena untuk pertama kali inilah aku berhubungan badan dengan seorang wanita.

“Enak Dik Ton..?” tanyanya ditengah dia menatap wajahku yang keenakan.
“Mbak, masukin Mbak, saya pengen ngerasain..!” aku meminta.
“Mbak masukin, tapi jangan cepet dikeluarin ya.., Mbak pengen yang lama.”
Aku hanya mengangguk, walaupun aku ragu apakah aku mampu lama. Aku terbayang suami Mbak Dwi yang hanya mampu 2-3 tiga menit saja.

Dia mulai menurunkan pantatnya pelan sekali, terasa kepala penisku terjepit bibir yang lincin dan hangat. Serr.., seerr.., terus makin ke dalam, sampai akhirnya sudah separuh kemaluanku terjepit di liang vaginanya. Pada posisi itu dia berhenti, kurasakan otot dalam vaginanya menjepit-jepit kemaluanku, nimat sekali rasanya. Sebagai pemula, aku berusaha mengocok kemaluannya dari bawah, kusodok-sodokkan penisku ke vaginanya, sehingga mobil terasa bergoyang.

“Dik Ton, kamu diam aja, biar Mbak yang mainin..!”
Aku menurut walaupun kadang aku kembali mengocoknya, tapi dia menatapku dengan tajam dan menggelengkan kepala. Aku menurut dan diam saja. Mbak Dwi mengocok kemaluanku dengan tempo sangat lambat, dan lama kelamaan makin dalam, sehingga pangkal paha kami saling menempel dengan ketat. Dan ketika itu lah Mbak Dwi merangkulku, dan merintih-rintih. Dia mengocok kemalauanku makin cepat, dan kadang pinggulnya diputarnya, sehingga menimbulkan sensasi yang demikian hebatnya. Hampir aku tidak kuat menahan ejakulasi.

“Mbak, stop dulu Mbak, aku mau muncrat..!” bisikku.
Dia berhenti sebentar, tetapi segera mulai memutar dan mengocokkan pinggulnya lagi. Aku sudah benar-benar hampir keluar, maka kugigit lidahku, kualihkan rasa nikmatku kerasa sakit yang menyerang lidahku. Ternyata dengan cara ini aku dapat menahan pancaran spermaku. Mbak Dwi makin menggelora, dia merintih-rintih, kadang kupingku digigitnya, kadang leherku, dan juga jari tangannya mencakari punggungku.

“Dik Ton, aku nikmat sekali.., oohh.., apa kamu juga enak..?”
“Iya Mbak..” balasku.
“Sebelah mana..? Mbak sudah senut-senut sampai tulang punggung, mungkin Mbak sudah nggak bisa lama lagi. Aduh.., sshh.., nikmat sekali, Mbak belum pernah seperti ini. Kontolmu besar dan nikmat sekali..!”
Mbak Dwi berbicara sendiri, aku tidak yakin apakah dia sadar atau tidak, tetapi itu membuatku makin terangsang. Aku ikut mengocok dari bawah, pangkal kelamin kami yang becek oleh lendir beradu makin sering, sehingga menimbulkan bunyi ceprok.., ceprok.., ceprok.

Batangku sudah berdenyut kenikmatan, sedang kepala penis kurasakan makin membesar dan siap memuntahkan lahar. Ketika Mbak Dwi merintih makin keras, dan ketika jarinya mencengkeram pundakku kencang sekali, instingku mengatakan bahwa Mbak Dwi akan selesai. Maka kuangkat pinggukku, kutekan kemaluanku jauh ke dalam dasar vaginanya, kuputar pinggulku sehingga rambut kemaluan kami terasa menjadi satu. Pada saat itulah ledakan terjadi.

“Dik Ton.., eekh.., eekh.., eekh.., eekh..!”
Lubang dalam vaginanya berkedut-kedut, sementara ototnya menjepit batangku. Mbak Dwi melepas orgasmenya, dan pada saat itu pula lah maniku menyembur deras ke diding rahimnya, banyak sekali. Kami telah selesai, tubuhku lemas dan kami istirahat serta pura-pura tidur berjauhan ketika penumpang lain mulai masuk mobil.

*****

Sejak kejadian itu, aku sering melakukan hubungan sex dengannya pada siang hari ketika suaminya tidak di rumah. Papan yang menyekat kamarku dengan kamarnya telah kulonggarkan pakunya, sehingga 2 buah papan penyekat dapat kucopot dan pasang kembali dengan mudah. Kami menyebutnya “Pintu Cinta”, karena untuk masuk ke kamarnya aku sering melalui lubang papan tersebut. Mbak Dwi kini tahu bahwa aku sering mengintip ke kamarnya, bahkan ketika dia melayani suaminya, dan kelihatannya dia tidak keberatan. Dan entah kenapa, aku pun tidak pernah cemburu, bahkan selalu terangsang jika mengintip Mbak Dwi sedang disetubuhi oleh suaminya.

Siang hari jika aku tidak ada kuliah, dan Mbak Dwi sendirian di rumah, aku sering menerobos melalui “Pintu Cinta” untuk menyalurkan birahiku sekaligus birahinya yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya. Tetapi sejak saat itu pulalah hubungannya dengan suaminya tambah mesra, jarang marah-marah, sering pula kulihat dia memijat suaminya mejelang tidur. Pelayanan sex-nya kepada suaminya juga tidak berkurang (dia melakukannya rata-rata dua kali satu minggu), tidak jarang pula suaminya hanya dilayani dengan oral sex.

Yang mebuatku bingung adalah jika Mbak Dwi mengulum dan mengurut-urut penis suaminya, suaminya mampu bertahan cukup lama, tetapi kalau dimasukkan ke vagina hanya mampu 5 sampai 10 kocokan, kemudian sudah tidak tahan. Biasanya, jika telah selesai melakukan tugasnya dan suaminya sudah pulas, Mbak Dwi akan mengeser tidurnya ke arah dinding yang menempel ke kamarku. Dengan posisi miring setengah telungkup, tangannya menyusup melalui kelambu dan “Pintu Cinta” yang sudah kubuka. Dia akan mencari paha dan kemaluanku, dan tanganku pun akan menyelusup ke arah selangkangannya untuk menuntaskan birahinya yang tidak pernah dicapainya dengan suaminya. Setelah itu kami saling mengocok kemaluan kami sampai masing-masing orgasme. Petting di samping suaminya yang tidur sungguh menegangkan, tetapi nikmat sekali.

Bahkan pernah suatu malam, dimana suaminya tertidur pulas, kami melakukan persetubuhan yang sangat unik. Setelah saling meraba melalui lubang cinta, Mbak Dwi memasukkan separuh tubuhnya bagian bawah melalui kelambu dan lubang cinta ke kasurku, sedangkan pinggang ke atas masih tetap di kamarnya bersebelahan dengan suaminya yang masih mendengkur. Sebenarnya aku sangat kuatir kalau ketahuan suaminya, tetapi karena nafsuku juga sudah tinggi, melihat vagina yang merekah dan berlendir aku tidak tahan untuk tidak menjilatnya dan menyedot-nyedot kemaluannya.

Ketika nafsuku tidak terkendali dan berniat untuk memasukkan penisku yang sudah mengeras sejak tadi ke lubang vaginanya, aku mengalami kesulitan posisi. Maka tidak ada jalan lain, kutarik tubuhnya makin ke dalam dan kuganjal pantatnya dengan bantal. Walaupun buah dadanya dan kepalanya masih di kamarnya, tetapi seluruh pinggangnya yang masih terbalut baju tidur sudah masuk ke kamarku, pahanya mengangkang lebar-lebar. Maka dengan setengah berjongkok, kumasukkan kemaluanku ke arah bawah. Memang ada sensasi lain. Jepitannya semakin kencang, dan klitorisnya terlihat jelas dari sudut pandangku.

Aku mengocoknya pelan-pelan, karena aku menjaga untuk tidak membuat bunyi apapun. Sambil kukocok vaginanya yang menjepit terus menerus itu, kuelus-elus klitorisnya dengan ibu jariku. Pada saat Mbak Dwi mengalami orgasme yang pertama, ternyata aku masih separuh perjalanan. Kubiarkan kemaluanku tetap di lubangnya ketika pinggulnya diangkat ke atas tinggi-tinggi saat menikmati orgasmenya, kedua pahanya menjepit keras pinggangku. Setelah kubiarkan istirahat sejenak, kembali kukocok vaginanya serta kuputar-putar klitorisnya dengan jempolku. Dan kulihat pinggulnya berputar semakin liar, aku segera tahu bahwa Mbak Dwi akan segera oegasme yang kedua.

Kutekan kemaluanku ke dalam liang sanggamanya, dan kupercepat putaran jempolku ke klitorisnya, sampai kurasakan tangannya mencengkeram pahaku. Biasanya pada saat orgasme aku mendengar rintihan dan melihat wajahnya menegang, tapi kali ini aku tidak mendengar dan melihat wajahnya. Kucabut penisku yang masih mengeras dan bersimbah lendirnya, segera kukocok dengan tangan kananku, kira-kira lima centi di atas lubangnya, dan akhirnya.., aku tidak dapat menahan kenikmatan. Kusemprotkan seluruh spermaku ke lubang vaginannya yang masih menganga. Mbak Dwi segera menarik tubuhnya masuk ke kamarnya, sedang aku menutup kembali papan yang terbuka. Sebuah permainan sex yang berbahaya dan menegangkan namun penuh nikmat dan tidak terlupakan.

Sejak saat itu, kami tidak pernah berani melakukannya lagi permainan sex di samping suaminya yang masih tidur, walaupun permainan dengan tangan tetap dilakukan. Apalagi sex di siang hari, masih rutin kami lakukan.

*****

Sudah dua minggu ibunya Mbak Dwi yang tinggal di kota lain menginap di keluarga itu. Umurnya kutaksir sekitar 45 tahun, kulitnya putih seperti anaknya, tubuhnya sudah tidak langsing, tapi masih padat dan mulus, terutama paha dan pinggulnya sungguh menggiurkan untuk lelaki normal. Aku biasa memanggilnya Bu Ar, dan aku sering mengobrol dengannya dengan bahasa Jawa yang sangat santun, seperti kebanyakan orang Jawa berbicara kepada orang yang lebih tua. Di rumah dia selalu menggunakan daster tanpa lengan, sehingga pangkal lengannya yang mulus sering menjadi curian pandanganku. Kehadirannya ini tentu mengganggu hubunganku dengan Mbak Dwi, karena kami tidak dapat bebas lagi bercinta.

Sejak kedatangannya, kami hanya melakukannya sekali ketika dia sedang pergi ke warung, itu pun kami lakukan dengan terburu-buru. Suatu minggu pagi, Mbak Dwi dan suaminya terlihat pergi berbonceng motor, dan ibunya sendirian di rumah. Karena kulihat koran minggu tergeletak di meja ruang tamunya, dengan terlebih dulu minta ijin aku masuk ruang tamunya untuk ikut membaca di ruang tamunya. Tidak berapa lama, ibunya keluar membawa secangkir kopi dan singkong rebus.

“Nak Ton, ini Ibu bikin singkong rebus, dicobain..!” sambil meletakan cangkir dia duduk di depanku.
“Terima kasih Bu..,”
“Anak muda koq hari minggu tidak ngelencer kemana-mana..?”
“Ah enggak Bu, badan saya lagi kurang sehat, mungkin masuk angin, saya mau istirahat saja di rumah.” jawabku.
“Mau Ibu kerokin supaya agak ringan..?” dia menawarkan jasanya.
“Terima kasih Bu, saya nggak biasa kerokan.”
“Kalau gitu diurut saja, masuk angin nggak boleh didiamkan. Nanti setelah diurut, Ibu bikinkan minuman jahe.” nadanya memerintah.
Karena tidak enak menolaknya, aku pun mengikuti dia masuk ke dalam rumah.

“Situ di kamar saja nak Ton, dan kaosnya dicopot, Ibu mau menyiapkan minyaknya dulu..!”
Aku masuk ke kamar yang ditunjuknya, melepas T-shirtku, dan dengan hanya mengenakan celana training, aku telungkup di kasur.
“Celananya diganti sarung saja nak Ton, supaya mudah ngurut kakinya..!” dia masuk kamar sambil membawa mangkuk berisi minyak sambil menyerahkan sarung dari lemari.
Kuganti trainingku dengan sarung dengan extra hati-hati, karena kebiasaanku kalau di rumah memakai training, aku tidak pernah memakai celana dalam.

Dia mulai mengurut kakiku, pijatannya sangat keras, sehingga kadang aku harus meringis karena menahan kesakitan. Dalam mengurut bagian ini, kakiku ditumpangkan di atas pahanya, sehingga gesekan kaki dengan pahanya yang tertutup oleh daster menimbulkan kenyamanan tersendiri. Bahkan ujung jari kakiku menyentuh perutnya, aku tidak bereaksi, karena dianggap kurang ajar.

Selesai di bagian kaki, dia mulai mengurut paha, disingkapkannya sarungku ke atas sehingga separuh pantatku terbuka, aku diam saja. Pada mulanya mengurut dari paha bawah, kemudian mengarah ke paha samping atas, tetapi kemudian paha bagian dalam mulai diurutnya, sampai disitu jantungku mulai berdegup. Kadang-kadang tanpa sengaja jarinya menyenggol biji kemaluanku sehingga pelan-pelan penisku mulai membesar. Kejadian itu makin sering, sehingga aku berpikir bahwa ini kesengajaan. Kemudian Bu Ar mulai memijit punggungku, dan posisi duduknya pun berubah dari duduk di sampingku, sekarang dia duduk (setengah berjongkok) di atas pahaku.

Dari posisiku memang aku tidak dapat melihatnya, tetapi aku dapat merasakan. Bahkan ketika dia menarik dasternya yang menghalangi pahaku dengan pahanya pun aku tahu. Pahaku dan kulit pahanya bergesekan, dan aku lebih menikmati gesekan paha dari pada pijatannya. Aku makin terangsang, dan kemaluanku juga makin keras berdiri, sehingga aku terpaksa membetulkan letak kemaluanku dengan mengangkat pinggulku dan meluruskannya dengan tanganku.

“Kenapa Nak Ton..?” tanyanya pura-pura tidak tahu.
“Ah enggak apa-apa Bu, kejepit..,” jawabku penuh malu.
“Tidak apa-apa, Ibu ngerti koq, anak muda memang gampang berdiri. Nah sekarang membalik, tinggal depan yang mesti diurut..!”
Aku mengikuti perintahnya sambil berusaha menutupi burungku yang berdiri tegak dengan sarung. Tetapi Bu Ar justru melepaskan sarungku ke bawah.

“Nggak usah malu Nak Ton, Ibu sering melihat ngeliat burung seperti ini koq. Itu punyaknya bapaknya Dwi..?”
“Besar mana Bu..?” tanpa sadar aku bertanya.
“Kurang lebih sama koq, cuman bedanya punyaknya Bapaknya Dwi kepalanya nggak sebesar ini.”
Kulihat Bu Ar melihat kemaluanku cukup lama, dan dari nafasnya serta gerakannya, kuyakini bahwa Bu Ar juga terangsang.

Sementara itu ia duduk di samping, dan tangan kananku persis di bawah pantatnya, karena aku sengaja tidak memindahkan tanganku. Dengan hati yang tegang (karena takut kena marah), kutarik tanganku, dan kupindahkan ke pahanya bagian dalam, aku hanya memegang, menunggu reaksinya. Ketika kulihat dia tidak bereaksi dan tetap mengurut dadaku, maka kuberanikan diri untuk mengelus pahanya, dia menatapku sekilas tanpa ekspresi. Elusanku kuteruskan ke arah pangkal pahanya, dan ketika kusentuh celana dalam, persis di liang vaginanya. Aku terkejut, ternyata celananya sudah basah. Wajahnya merah, aku tidak tahu apakah karena terangsang atau karena malu.

“Ah.., Nak Ton rupanya nakal ya, Ibu kan sudah tua, tidak pantas kalau sama anak muda.” katanya sambil tangannya mengeser dari pahaku, kemudian mengelus dengan lembut pangkal kemaluanku.
“Ibu masih cantik, pahanya masih kenceng dan mulus sekali, aku sudah sangat terangsang sekali Bu, gimana nih Bu.., Bu Ar mau kan ngajarin saya..?” aku mulai merayu, dan jariku kucoba masuk ke dalam celananya, tapi tidak berhasil karena terhalang celananya yang ketat.
“Loh koq diajarin, kan udah pinter, sampai kemarin Dwi hampir pingsan kamu kocok-kocok. Kemarin Ibu ngintip kamu lagi main sama Dwi.”
Aku kaget seperti disambar petir, aku tidak menyangka bahwa hubungan seksku dengan Mbak Dwi kemarin diketahui oleh ibunya.

“Ibu ngelihat..?” tanyaku gugup.
“Ibu ngintip lama sekali lho. Hati-hati, lain kali pintu depan harus dikunci dulu.” dia merebahkan dirinya di sampingku sambil tetap menggenggam kemaluanku.
Kubuka tali dasternya, dan kuremas-remas buah dadanya yang mulus dan padat.
“Ibu nggak marah..?” tanyaku sambil terus melucuti daster dan celana dalamnya.
“Tidak, aku kasihan sama si Dwi, suaminya itu kan lemah, dari pada dia pacaran dengan sembarang orang. Biarlah dia jadi pacar kamu.”

Kulumat bibirnya, sambil badanku sudah menindih badannya yang gempal. Nafsuku sudah tinggi, begitu pula dia. Pahanya sudah dibuka dengan lebar, belahan vagina bagian dalam yang berwarna merah dan basah terpampang di depanku. Sebenarnya aku ingin menjilat kemaluannya, tapi dia mencegahnya.
“Jangan ah..!” sambil dia menutupnya dengan tangan ke selangkangan.
Akhirnya kuarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya, Bu Ar memejamkan matanya, wajahnya sayu menahan gejolak birahinya. Tangannya terkulai di samping badannya. Tubuhnya sudah pasrah untuk disetubuhi.

Kumasukkan pelan-pelan kemaluanku ke liang kemaluannya, langsung menusuk sampai dasar, kuputar pinggulku tanpa mengangkat pantat. Ini adalah teknik yang kusukai, karena aku dapat memberikan rangsangan gesekan pada klitorisnya tanpa menimbulkan banyak gesekan pada penisku. Sehingga dengan begini aku dapat tahan cukup lama.

Bu Ar masih memejamkan mata, hanya kadang-kadang lidahnya keluar untuk menyapu bibirnya sendiri. Otot vaginanya mulai menjepit-jepit kemaluanku, sehingga kenikmatan menjalar di kemaluanku. Cukup lama aku melakukan putaran ke kiri dan ke kanan sambil menekan dalam-dalam kemaluanku ke liang vaginanya yang menyedot-nyedot kemaluanku itu.

Lama-lama Bu Ar makin sering mengeluarkan lidah, dan mendesis-desis. Kini kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, dan aku mulai mengocoknya. Aku masih bertumpu pada tanganku, sehingga hanya kelamin kami yang menempel. Pada saat itulah tangannya mulai memegang pantatku, mengelus, menekan, meremas bahkan sering kali jari tangannya mengelus-elus anusku, dan ini menimbulkan rangsangan tersendiri bagiku. Aku mengocoknya lama sekali. Tiap kali tarikan keluar, selalu diikuti dengan jepitan liangnya sambil pingulnya diputar, sehingaga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa ke seluruh batang penisku.

Desisnya makin mengeras, dan kepalanya sering mendongak ke atas walaupun masih tetap memejamkan matanya. Bila aku mempercepat kocokanku, dia selalu menggigit bibir bawahnya serta membuka matanya, dan memandangku mungkin menahan kenikmatan yang amat sangat. Melihat tingkahnya itu, aku menjadi makin terangsang. Segera kukocokan kemaluaku dengan cepat dan lama. Seperti biasa, dia memandangku dengan sayu. Desis berubah menjadi rintihan, dan ketika aku tetap tidak mengendorkan kocokanku, Bu Ar mencengkeram bokongku dengan keras, kedua kakinya dilibatkan ke pinggangku dengan rapat dan dahi mengkerut.

“Stop..! Berhenti Nak Ton.., Ibu nggak tahan.., sshh..!”
Kuhentikan gerakanku, dengan jepitan kaki di pinggangku, aku pun hampir saja menumpahkan air mani. Aku pun masih ingin lama bermain dengannya, walaupun sekarang sebenarnya sudah cukup lama kami menikmati gesekan kelamin kami. Kuhentikan gerakanku, walaupun kakinya masih melingkar di pinggulku, tapi wajahnya tampak mengendor.

Walaupun kami berdua belum orgasme, kurasakan kedutan kecil-kecil di dinding kemaluannya maupun di kemaluanku. Kurebahkan dadaku ke tubuhnya, kami menjadi satu, kulit kami yang berpeluh menempel seluruhnya. Kurasakan kenyamanan dan kenikmatan yang tiada tara.
“Ibu hebat sekali, jepitannya enak sekali,” aku memujinya sambil kucium bibirnya.
Tapi dia menghindar sambil memalingkan kepalanya. Akhirnya kuciumi pipinya, kuelus-elus rambutnya. Dia menolehku dan senyumnya merekah.
“Dik Ton, aku sudah lama nggak mendapatkan seperti ini, sejak bapaknya Dwi kerja di Malaysia, dia jarang pulang,” katanya sambil mengelus-elus punggungku.
“Ibu mainnya hebat sekali, bagaimana kalau aku ketagihan sama Ibu..?” tanyaku merayu sambil kuremas buah dadanya.

Kami istirahat sejenak, tubuhku menindih tubuhnya agak miring, agar tidak terlalu membebaninya. Kupandangi wajahnya.
“Wanita ini.., masih cantik dan lembut..” pikirku.
Kembali kuelus kulit wajahnya yang putih dan licin, sekali-kali kukocokkan kemaluanku pelan pelan, dan dibalas dengan sedotan vagina secara ringan.
“Bu, gimana kalau aku ketagihan sama Ibu..?” ulangku sambil kukocok pelan-pelan vaginanya.
“Lho kan ada Dwi..,” jawabnya sambil tersenyum.
Aku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Kucium bibirnya secara paksa, walaupun tadinya menolak, akhirnya dia membalas ciumanku pula.

Sambil berciuman, aku kembali menyodok-nyodokan kemaluanku kembali. Kali ini Bu Ar sangat aktif, di tengah kocokanku, vaginanya menghisap-hisap penisku sambil memutar pinggulnya. Kami merasakan kenikmatan yang lebih, Bu Ar mengerang-erang dan mendesis, aku pun tidak dapat menahan desisanku.

“Aduh.., nikmat sekali Dik Ton.., sshh.. sshh.., Ibu sudah hampir keluar.., oh..!”
“Saya juga Bu.., mau dikeluarin sekarang Bu..?” kataku sambil kami masih berdekapan.
“Sebentar lagi Nak Ton, uuhh.., sshh.., sshh.., eehh..!”
Kukocokkan batang penis makin cepat dan makin cepat, karena aku sudah tidak tahan lagi.
“Eekhh.., Ibu sudah nggak tahan lagi, oohh.., eekhh.., ayo Nak Ton, keluarin bareng. Ayo Nak Ton..! Ibu keluaar.., eekhh.., eekhh.., eekhh..!” dia mengalami orgasme yang hebat.

Pinggulnya diangkat ke atas, dan wajahnya mendongak ke atas, sementara kemaluanku menghujam jauh sekali ke dalam sambil kuputar dan kutekan. Satu detik kemudian, aku pun menyemburkan spermaku beberapa kali. Oohh nikmat sekali, kenikmatan menyelusuri seluruh tulang belakangku. Sebuah puncak kenikmatan dahsyat telah lewat beberapa detik yang lalu, tubuhku masih menindih tubuhnya. Kucium bibirnya dengan lembut, kuusap-usap wajah dan rambutnya, sementara aku tidak mencabut kemaluanku yang masih berdiri dari liang vaginanya. Masih kunikmati sisa-sisa kedutan nyaman dari vaginanya di pori-pori kulit kelaminku.

Pagi itu aku sempat tertidur bersamanya hingga siang hari dengan tubuh telanjang, dan aku kembali ke kamarku sebelum Mbak Dwi dan suaminya kembali.

*****

Besok harinya, sebelum berangkat kuliah aku mampir ke rumahnya, yang kujumpai hanya Mbak Dwi.
“Mbak Dwi kemana Ibu..?”
“Oh Ibu sudah pulang, tadi pagi habis subuh minta diantar Mas ke terminal, katanya besok ada urusan, sehingga pulangnya dipercepat.”
Aku kecewa, tapi kusembunyikan wajah kecewaku di hadapan Mbak Dwi. Sejak itu aku tidak pernah lagi menjumpai, kecuali dalam lamunanku. Kapan kejadian ini terulang..?

Minggu, 04 Januari 2015

Gairah Intan

Sebut saja aku tommy, tinggiku 180 cm, tubuhku cukup atletis karena kebiasaanku melakukan kegiatan olahraga fitnes, aku bekerja membangun sebuah event organizer yang sudah cukup terkenal di Kota Jakarta,
Ini kisah lain dari kehidupan seksualku,

Pertengahan 2005, aku menerima sebuah kontrak kerjasama dengan pihak Telkomsel Pusat Jakarta,untuk mengadakan event “Grebek Pasar” di wilayah Regional Jawa Barat, wilayah yang aku datangi meliputi Tasikmalaya, Cirebon,Kuningan, Sumedang, dan wilayah kantung-kantung kota Bandung seperti Majalaya, Jatinangor, Soreang, Padalarang dan sekitarnya.

Singkat cerita aku dipanggil ke kantor Telkomsel Regional Jawa Barat di bilangan Asia Afrika Bandung, disana aku bertemu dengan beberapa petinggi Telkomsel jawa barat untuk menerima langsung Job Description atas kegiatan kerjasama.
Salah seorang General Staff Marketing T-sel memberikan salah satu fasilitas selama aku menjalani kerjasama ini, yaitu Ladiest Escort, Ladiest Escort yang di utus untuk mendampingiku adalah salah seorang TPR ( Telkomsel Public Relation ) dari Grapari Bandung, yang sudah mengenal lokasi tempat yang akan dilaksanakan kegiatannya.

Saat di perkenalkan, ia menyebutkan namanya dengan lembut, Intan, tubuhnya proporsional, tingginya ku taksir sekitar 170 cm, rambutnya terlihat panjang bergelombang, hitam, namun ia selalu mengikatnya, sehingga terkesan rapih, kulitnya sawo matang, Untuk seorang TPR ia sangat supel, salah satu tuntutan seorang TPR yang selalu bertugas memperkenalkan produk knowledge bagi perusahaannya. Dia sangat enak untuk diajak bicara.

Setelah selesai mempersiapkan kebutuhanku untuk survey event, seperti biasa aku mengunjungi kekasihku Desty, Desty memang kekasih yang baik bagiku, walaupun ia sering memuaskan kebutuhan birahiku,namun aku adalah seorang lelaki yang tidak pernah puas untuk berhubungan badan dengan 1 orang wanita, Telah banyak wanita yang menjadi pemuas kebutuhan birahiku, sering kali aku berhubungan badan dengan wanita lain di belakang Desty. Saat mengantarkan Desty pulang aku minta ijin padanya untuk tidak menemuinya sementara waktu, karena aku harus menyelesaikan proyekku yang akan menghabiskan waktu kurang lebih 1 bulan lamanya, Desty tersenyum, dan memberikan kecupan sesaat ia keluar dari mobil Opel Blazer Hitamku.

Keesokan harinya, aku kembali melakukan aktifitasku sebagai event organizer, aku melakukan kegiatan pertamaku yaitu survey tempat, Dengan menggunakan 3 buah kendaraan, aku bersama 3 orang bawahanku, juga Intan yang berfungsi sebagai guideku, aku meluncur ke kota Sumedang, untuk mencari Spot tempat, event yang akan di laksanakan minggu depan.

Setelah mengunjungi spot pertama, kami beristirahat di sebuah rumah makan sunda di daerah SUmedang, di sana aku membagi tugas dengan 3 orang bawahanku,Satria assisten eventku setuju dengan pembagian yang kuberikan, Satria survey ke arah Tasikmalaya, Irsan dan Indra menuju kembali ke Kota Bandung,untuk survey di daerah kantung-kantung kota Bandung,sedangkan aku dan Intan Meluncur ke arah Cirebon, untuk mensurvey daerah Kuningan dan Cirebon, Setelah membagikan Sejumlah uang untuk 3 orang bawahanku sebagai bekal selama beberapa hari, kami berpisah menuju tempat tujuan masing-masing yang telah di sepakati.

Selama 3 jam aku menghabiskan waktuku menempuh perjalanan Sumedang – Cirebon, Intan tak henti-hentinya mengusir suasana sepi kami. Dengan cepat keadaan kami mencair, aku juga sering kali menceritakan kisah asmaraku dengan desty kepada Intan.

Sesampainya cirebon, kami langsung menuju grapari Cirebon untuk memberikan beberapa instruksi dan meminta informasi dan saran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, dari pihak grapari Cirebonlah aku di berikan sebuah fasilitas villa di daerang gronggong sebagai tempat penginapanku, baik pada saat survey maupun saat kegiatan.

Selepas pertemuan aku dan Intan langsung meluncur kesebuah villa yang dimaksud, di sana kami beristirahat sejenak, Aku dan intan berbicara semakin akrab, hingga seringkali kami membicarakan kegiatan sexual masing-masing. Malam pertama tidak terjadi apa-apa diantara kami berdua.

Hari kedua kami melakukan survey ke wilayah kuningan, kami menghabiskan waktu seharian untuk mencari informasi yang kami di butuhkan untuk event Grebek Pasar.
Tak jarang di dalam mobil kami bercanda, selayaknya orang yang sudah lama kenal. Berkali – kali tanpa di sengaja Intan sering memancing birahiku, namun sering kembali terpendam karena padatnya jadwal hari itu.

Sepulang survey, aku dan intan langsung menuju villa peristirahatan kami, di perjalanan otakku selalu membayangkan tubuh polosnya Intan.

Sesampainya di villa, aku bergegas mandi menyegarkan diri, jam saat itu sudah menunjukan pukul 8 malam, setelah selesai mandi, aku mengunakan pakaian santai, T-shirt, dan celana pendek,saat ku menghampiri ruang tamu, aku mendapati Intan sedang asyik menikmati siaran televisi, dengan menggunakan pakaian dinasnya yang belum di ganti sejak tadi pagi, aku menghampirinya dari arah belakang, aku yang sejak siang sangat ingin menidurinya, kini saatnya pikirku,
Dari semua cerita yang ku dengar darinya,sudah jelas kalau intan sudah tidak lagi perawan, aku mencoba keahlianku untuk menaklukan dia, pelan-pelan ku pegang pundaknya,

” Capek ya tan, aku pijitin ya ” sahutku, intan hanya mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil duduk di belakangnya aku mulai memijiti pundaknya.
Bau harum parfum body shop wanita, menusuk hidungku, memancing birahiku yang sejak awal sudah hadir, apalagi saat kupandangi leher bagian belakang Intan yang terbuka karena rambutnya yang terikat kearah atas,beberapa menit kemudian, kucoba mencium bagian belakang telinga intan,

Intan terpekik kaget melihat aksiku, ia melirik kearahku sambil berkata
” Mas, mau ngapain hayo? ntar aku bilangin desty loh ” sahutnya genit,
” Emang kenal ?” tanyaku,namun aku kembali menciumi belakang telinganya, lalu berjalan kearah leher belakang Intan, Intan hanya mendesah pelan, dia terdiam sambil menutup matanya,

Melihat sikapnya, aku semakin bebas melancarkan aksiku, aku mulai duduk di belakangnya, sambil terus menciumi tengkuknya,namun kali ini bergerak ke arah depan, Intan menengadahkan kepalanya, seakan memberikan aku ruang untuk menikmati seluruh lehernya,perlahan, mulai ku buka kancing kemeja baju intan satu persatu, kancing kemeja berwarna merah, dengan logo telkomsel di dada bagian kanan atas itu kini mulai terbuka saat aku menuju kancing terakhir bajunya, Intan ternyata masih menggunakan kaos T-shirt bewarna putih di balik kemejanya.Dia hanya membiarkan tanganku yang mulai menyingkirkan kemejanya, terlihat, payudaranya begitu indah menembus T-shirt berwarna putih yang ia kenakan,

Intan membalikan tubuhnya, dan bibir kami bertemu 1 sama lain, dengan nakal ia mulai menggigiti bibir bagian bawahku, lidah kami bertemu, kami mempermainkan lidah satu sama lain didalam rongga mulut intan. Nafas intan terdengar memburu, seakan-akan gairah birahinya mulai terbakar, begitu juga dengan diriku, namun aku masih dapat menguasainya, berusaha untuk memberikan sebuah foreplay yang memuaskan.

Aku merasakan intan sangat mahir melakukan ciuman, namun sesaat kemudian tiba-tiba Intan bangkit berdiri, ” Udah ah, ntar ada yang marah ” godanya dengan genit, sambil mundur beberapa langkah, aku bangkit, mengejar, bibir kami kembali berpagutan satu sama lain.

Ciumanku menuruni kearah dagunya yang agak lancip, lalu ke arah leher, kemudian,dengan nakal aku mengigit puting payudaranya yang masih tertutupi T-shirt putihnya, Mendapat perlakuan itu birahi Intan seperti terbakar, ia melenguh, lalu mendorong tubuhku ambruk diatas sofa panjang, Kini ia menciumi aku dengan ganas, menuruni tubuhku, membuka kaos t-shirtku, menciumi dadaku.
Saat tanganku meraih bagian bawah t-shirt Intan, ia seakan paham apa yang akan aku lakukan,ia memberikan keleluasaan bagiku untuk menanggalkan pakaiannya.
Kini dihadapanku Intan telah setengah terbuka,payudaranya yang sudah tumbuh matang untuk gadis berusia 26 tahun seperti dia,tertutupi oleh branya yang berwarna putih susu, yang terbuat dari kain satin,ia masih menggunakan celana jins hitam,

Kembali Intan menyusuri tubuhku ke arah bawah,ia menciumi batang kemaluanku yang masih tertutup celana pendekku,melihat permainan Intan, aku sadar , Intan memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan hubungan sex,
Tanganku mulai meraih kancing celana jinsnya, setelah berhasil membuka retsletingnya, aku memelorotkan celananya,lalu melemparkannya ke sembarang arah.

Kali ini di hadapanku Tubuh intan hanya terbalut celana dalam dan branya,
” Nakal ya Mas Tommy..!” katanya dengan mata yang liar menatap aku, Seakan dia tak mau kalah, Intan mulai membuka celana pendekku, lalu ia mulai ganas mempermainkan kemaluanku, sambil berusaha membuka kain terakhir yang menempel di tubuhku, setelah berhasil, ia tersenyum kagum melihat kejantananku,Kini ia mulai mempermainkan batang kemaluanku yang dari tadi belum berdiri secara sempurna, Lidahnya mempermainkan kepala penisku, kelakuannya itu membuatku merasakan geli, aku sendiri heran,baru kali ini aku menemukan gadis yang begitu trampil mempermainkan bagian sensitifku, padahal ia bukanlah wanita panggilan.

Aksi Intan tidak berhenti sampai di situ, kini lidahnya mempermainkan setiap sudut terpencil dari batang kemaluanku, aku menemukan kenikmatan saat ia mempermainkan bagian bawah kepala penisku dengan lidahnya, jarinya tak henti-hentinya mengocok bagian lain dari batangku, tak sedikitpun bagian yang luput dari permainan lidahnya, saat batangku terasa tegak dengan sempurna,ia mencoba memasukannya kedalam mulut kecilnya, namun ia hanya mampu memasukan 1/3 dari batang kemaluanku, Aku sendiri tidak tinggal diam, ku coba membuka menarik tali belakang branya,setelah berhasil, aku menarik tubuhnya ke arah atas, kini giliranku,

Aku menikmati setiap bagian dari payudaranya, dia berkali -kali mendesah kenikmatan saat ku permainkan dengan cara memilin di puting payudaranya yang berwarna kecoklat-coklatan muda, sesekali aku mengigitinya, aku tahu ini adalah cara untuk meningkatkan gairah wanita saat sedang melakukan hubungan intim.
Benar saja berkali-kali ia merintih merasakan kenikmatan, tanganku mulai menyusup ke balik celana dalamnya, mencoba mempermainkan bagian sensitifnya,mengusap-ngusap sambil mempermainkan dinding luar kemaluannya.
Intan menengadah ke atas saat aku memperlakukannya sedemikian rupa, ia menggigit bagian samping bibir bawahnya,seakan-akan menahan gejolak nafsunya yang mulai meledak-ledak, tangannya tak henti-hentinya mempermainkan rambutku, sehingga rambutku terlihat acak-acakan,
Setelah puas,aku membuka sempurna celana dalam Intan, ku balikan posisi tubuhnya, lalu aku mulai mempermainkan vaginannya dengan lidahku,
Desahan-desahan lembut, kadang kala di iringi rintihan kenikmatan keluar dari pita suara intan, sapuan lidahku mempermainkan bagian dalam dinding kewanitaannya yang mulai mengalirkan cairan yang terlahir dari kenikmatan yang dirasakan oleh tubuh intan,gigitan – gigitan kecil kulancarkan di sekitar klentit, maupun ujung kulit luarnya yang semakin basah di banjiri oleh cairan bening yang keluar dari vaginanya.

Kini permainanku ku lanjutkan kearah vagina bagian atas, lalu terus ku lanjutkan ke arah perut, lalu payudara, seakan mengerti apa yang permainan selanjutnya, Intan memberikan keleluasaan agar ada cukup ruang untuk aku berkonsentrasi menembus pertahanannya.

Aku mencoba memasukan kepala penisku kearah lubang kewanitaannya, Intan membantuku, dengan membimbing batangku tepat kearah lubangnya, Saat penetrasi,aku mengalami sedikit kesulitan, walaupun Intan sudah tidak perawan,namun lubangnya masih cukup sempit, mungkin karena ia sudah lama tidak berhubungan badan. Perlahan-lahan aku dorongkan pinggulku, mengikuti alur lubang kewanitaan Intan, sambil kadang kunaikan sedikit, lalu kuturunkan lebih dalam, terus,hingga akhirnya Batang kemaluanku sempurna terbenam di dalam rahim Intan, Intan tersenyum, saat sadar, aku telah berhasil membobol pertahanannya,

Permainan naik turun ku mainkan, pinggulku naik turun menguasai kemaluan Intan
Gesekan demi gesekan yang di timbulkan oleh batang kemaluanku di dalam lubang kemaluan intan,menciptakan sebuah sensasi kenikmatan, melahirkan desahan – desahan menggambarkan betapa nikmatnya kami malam itu mengarungi keindahan permainan sexual tanpa cinta pada saat itu.

lebih dari 15 menit aku melakukan gerakan naik turun dengan posisiku yang memberatkan tubuh polos intan, sambil bermandikan keringat yang lahir dari suhu yang cukup panas di sekitar ruangan, beberapa menit kemudian intan meminta aku menghentikan permainanku sesaat, lalu ia membalikan posisi tubuhku, aku mengerti, tak lama kemudian permainan kami lanjutkan dengan posisi tubuh intan yang menduduki tubuhku, kini kendali dipegang oleh intan,

Sungguh luar biasa, permainan yang di mainkan intan adalah permainan pola cukup cepat, ia seperti tak mampu lagi membendung gairah liarnya, matanya memandangku nakal, rambutnya jatuh terurai tak sempurna, masih terlihat sebagian terjepit oleh jepit rambutnya, payudaranya bergerak naik turun mengikuti irama tubuh intan yang sedang memompa diriku, terlihat tubuhnya basah oleh tetesan keringat yang mengalir di sekitar tubuhnya, tubuhnya terlihat indah , dia begitu pandai memainkan pinggulnya,

Satu masa terasa iramanya makin cepat, aku mengerti apa yang akan terjadi, tanganku yang sedari tadi mempermainkan puting payudaranya, kini pindah memegangi pinggangnya, membantu mempercepat irama permainan intan, intan seperti tak kuasa menahan sesuatu yang besar yang ingin ia keluarkan,kepalanya mendongkak keatas,terlihat perutnya mengempis,seperti ia menahan nafas, namun irama intan mulai kacau, aku tahu….

Aku meneruskan irama Intan, ku percepat genjotan tubuh intan dengan memompa pinggangnya, sesaat kemudian Intan berteriak,satu desahan panjang keluar dari mulutnya, tubuhnya menegang kaku, hanya kini pinggangku yang mulai naik turun meneruskan iramanya, Intan mengalami klimaks pertamanya di ronde permainan liar kami berdua.

Tubuhnya melemas, saat terasa cairan keluar dari lubang vaginanya, membasahi kemaluanku, membuat kemaluanku semakin leluasa lancar, dan terasa licin di daerah lubangnya, saat ku angkat tubuh Intan, membebaskan penisku, Intan masih berguncang hebat, dia membiarkan tubuhnya meniduri dudukan belakang sofa,aku berpindah posisi, tanpa menunggu lama kembali ku tancapkan penisku, dari arah belakang posisi vagina Intan, tubuh intan yang masih terasa lemah, tetap membiarkan penisku dengan leluasa menguasai kembali daerah jajahannya, ku pompa dengan cepat, dengan posisi intan yang menungging, tangan intan terlihat mencengkram sisi lain sofa tempat kami bertempur, giginya menggigit sofa, matanya terpejam kembali menikmati irama yang mulai kumainkan kembali
tanganku membuka jepitan rambutnya, ku biarkan rambutnya bebas tergerai lepas bergerak-gerak mengikuti tempo permainan kami.

Sesekali aku mengusap punggungnya yang terlihat mulus tanpa noda, hanya ada tetesan keringat, yang semakin meningkatkan libidoku untuk menggagahi tubuh intan, Intan kembali mendesah desah, begitu juga dengan diriku,
Tanganku merayap kearah depan,meremas bagian kanan bukit kembar yang dimiliki Intan, pikiranku tetap fokus, berkonsetrasi, mempertahankan irama cepat yang kumainkan, tangan kiriku memeluk pinggang intan dari belakang,ku tarik tubuhnya,kubalikan tubuhku, sambil posisi penis yang masih menancap di lubang surga milik Intan, posisiku terduduk menyandar di sofa, posisi intan diatasku sambil membelakangiku, tanganku kembali berada di pinggang Intan, kembali ku mainkan tubuh Intan menghujami penisku, Intan berteriak-teriak kenikmatan, menikmati permainan kami yang begitu mempesona.

Tanpa ku sadari, 20 menit berlalu dari saat pertama kali Intan mencapai klimaks pertamanya, tubuh kami makin dibasahi oleh mandi keringat yang menggambarkan keletihan diantara kedua tubuh kami, namun nafsu yang menggelora seakan membuat kami melupakan itu semua.

Aku meniduri tubuh Intan di meja yang terletak di depan sofa tempat kami bertempur tadi, sesaat kemudian ku lanjutkan goyangan pinggangku, sesekali kuremas payudara Intan yang terlihat menggemaskan, Intan terlihat meringis saat aku melakukan itu.

Beberapa menit kemudian terlihat Intan membuang pandangannya kearah atas kemudian terpejam, tubuhnya kembali bergetar hebat, kembali ia mencapai klimaksnya, aku sudah mulai merasakan sedikit panas di atas nafsu birahiku, ku percepat permainanku, tanpa memperdulikan Intan yang baru saja mencapai klimaksnya, tak perduli tubuh intan yang sudah lemas, ku angkat tubuhnya,kupindahkan ke lantai yang terlapis dari kayu jati parkit, ku pacu tubuh Intan dengan cepat, Aku hanya melihat pandangan intan yang mulai sayu, menandakan ia mulai letih dengan permainan kami. Aku tak perduli, sebentar lagi finish akan ku capai pikirku, aku tetap mempercepat goyangan pinggulku, aku menghujam penisku dengan kasar, hingga akhirnya terasa sesuatu mengumpul di ujung kepala penisku, ku tahan sejenak sambil memperlambat tempoku,
Intan mengetahui hal ini, dengan cepat ia menarik tubuhnya,hingga penisku keluar, tangannya segera menggenggam batang kemaluanku, ia mengocoknya dengan cepat, aku memelototi intan karena tidak setuju dengan tindakannya, Intan terlihat tidak perduli malah makin mempercepat kocokannya, hingga akhirnya cairan spermaku meledak keluar tak terkontrol, membasahi tubuh, payudara,lantai bawah kami, dan beberapa tetes mencapai leher dan muka Intan. Intan seperti puas melakukan itu.Tapi terasa dongkol dalam diriku,,

Tubuhku terasa lemas,dan terduduk ke arah sofa, Intan tergolek lemas di atas lantai villa kami, sejenak kemudian ia bangkit, mengambil pakaian t-shirt miliknya, lalu membersihkan tubuhnya yang ternodai oleh spermaku, lalu ia mendekat ke arahku, kami berciuman dengan mesra.

Setelah puas melakukan itu, Intan masuk ke kamar mandi, sedangkan aku masih menguasai diriku yang terasa lemas,tak lama ponselku nokia 6600ku berbunyi nyaring dari dalam kamarku, saat aku menghampirinya dengan masih telanjang bulat, kudapati suara Desty di seberang sana, sambil melirik kearah jam duduk di meja kecil di samping kasurku, ku perhatikan jam baru saja menunjukan pukul 9.30 malam, agak lama aku berbincang dengan Desty, sambil terduduk disamping kasurku, setengah jam kemudian Desty memutuskan untuk menyudahi pembicaraan kami, ia harus tidur karena esok ia kembali bekerja,

Aku kembali menuju ruang tv untuk mengambil pakaianku yang berserakan, terdengar suara shower kamar mandi baru saja di hentikan, tak lama kemudian Intan keluar dari pintu kamar mandi.

Langsung menuju kamar tidur di samping kamar mandi, birahiku kembali terpancing saat melihat Intan hanya dililiti kain handuk berwarna hijau daun polos, aku langsung mengikuti Intan ke dalam kamarnya, dengan cepat ku ciumi leher Intan,

” Ssshhh … Mas tommy,, udah ah,, badan Intan lemes nih” sahutnya, namun aku tak menghentikan aksiku, aku membaringkan tubuh intan diatas kasur, Intan tidak menolak saat kembali kucumbu dia, Nafasnya kembali memburu, ia seperti melupakan kata-kata yang belum beberapa menit dilontarkanya, ia membalas ciumanku,

Ku singkirkan handuk yang melilit tubuhnya, ku buka celanaku yang belum lama ku pakai, tanpa basa basi kembali ku tindih tubuhnya,

Dengan ganas dan gemas ku serang mulut,leher, dan dagunya, Masih ada rasa dongkol saat kelakuan Intan tadi. tangan intan ku silangkan keatas,ku ciumi pundaknya, terasa bau aroma sabun wanita membalut tubuh Intan,Intan mendesah, nafasnya terus memburu seakan-akan gairahnya kembali lahir.
Tak lama Intan mendorongku ke samping, sehingga aku tertidur terlentang di posisi lain di tempat tidurnya, dengan cepat tanganya meraih batang kejantananku, mulutnya kembali mempermainkan kejantananku, dengan ganas dan penuh gairah, ia melumat batang penisku,permainan lidahnya begitu cepat,tak segan – segan ia memasukan kejantananku ke dalam mulutnya, walaupun ia sadar tidak muat seluruhnya ia tidak perduli, kadang-kadang ia memainkan kepala penisku dengan giginya, gelinya luar biasa, sehingga penisku kembali bangun dengan tegaknya,

dia seperti tidak perduli, dia terus mempermainkannya, aku sadar apa yang direncanakan Intan, aku tidak mau dia melakukan itu, dengan cepat, ku tarik tubuhnya, dan kembali kubaringkan, kini tak kubiarkan dia yang mengendalikan permainan kami, ku berikan permainan liarku, jelajahi seluruh tubuhnya dengan mulut dan tanganku, ku gesek-gesekan kemaluanku di pintu vaginanya, di hanya bisa meliuk-liukan tubuhnya sambil mengerang, terlihat matanya yang sayu keletihan karena permainan pertama kami tadi.

Saat ku perhatikan bulu kemaluan Intan yang lembut mulai basah oleh cairan bening, aku tak ingin melama-lamakan permainan kami, Intan terlihat setuju, kembali ku tindih tubuh intan, Ku masukan kembali batang penisku ke dalam lubang kenikmatan Intan, Intan mengerang, mendesah liar, ku pacu cepat tubuh intan,

Pergumulan kembali terjadi diantara kami berdua, Entah berapa lama aku memacu tubuh Intan, entah berapa posisi telah kami lakukan di pergumulan kedua ini, tubuhku mulai terasa lelah, Saat itulah intan kembali mencapai puncaknya.

Setidaknya lebih dari 1 jam aku menggumuli intan di permainan kedua kami, tanpa terasa, aku mulai mencapai puncakku, namun kali ini berkali kali ku tahan, dan berkali kali kupermainkan tempoku menjadi lambat, Intan sudah tidak berdaya, di permainan kedua ini Intan mungkin sudah 3 kali mencapai puncaknya, tubuhnya sudah lemas, hanya erangan dan desahannya yang keluar, ia pasrah mengikuti permainan liarku, ia biarkan aku mempermainkan tubuhnya sekian rupa.
Saat kurasa kembali terasa sesuatu mengumpul di ujung penisku, kini permainanku ku percepat, temponya tidak ku kurangi sedikitpun, hingga tiba saatnya, kutekankan pinggulku sehingga aku merasa begitu puas memasuki seluruh vagina Intan, hingga meledaklah cairan mani dari penisku di dalam rahim Intan,Intan membelalakan matanya, ia terkejut aku memuntahkannya didalam,
“Masssss Tommyyyy!!!”teriaknya, namun untuk memberikan sensasi tersendiri bagiku, sesaat setelah beberapa tembakan ku lancarkan di dalam lubang goa milik Intan, aku kembali memompa tubuh Intan dengan tempo yang tepat, sehingga aku sendiri tak mampu menyembunyikan rasa nikmatku. ku rasakan sepertinya aku tak henti-hentinya meledakkan seluruh spermaku sampai tetes terakhir, mengingat nikmatnya mengeluarkan hajat sambil menggesekan batangku di rahim Intan, Hingga setelah puas ku cabut batangku, ku perhatikan sejenak, dari lubang kemaluan intan terus mengeluarkan sperma milikku, tubuh intan sudah lemas tanpa daya, matanya terus menatapi wajahku, kali ini aku merasa puas, aku merasa menang,tak lama ku baringkan tubuhku di sampingnya, sambil ku cium payudara dan mulut Intan.

” gimana kalau Intan hamil ? apa mas tommy mau tanggung jawab ?” tanyanya
aku tak pernah perduli pertanyaan intan, aku hanya membalas ” kamu hebat banget tan, aku puas ” kataku.

” kau jahat mass !!” jawabnya dengan nada manja, ada senyum penuh arti di bibir Intan, aku sedikit lega saat intan mengatakan bahwa bulan itu ia belum haid,
Beberapa menit kemudian aku kembali menikmati tubuh intan untuk ketiga kalinya,
Kami tertidur sekitar 1/2 3 malam, keesokan harinya kami berangkat terlambat, kami bangun kesiangan, tapi kami tak perduli.

Selama event Telkomsel berkali kali aku menikmati tubuh intan, aku berhenti melakukannya saat ia datang bulan, setelah itu aku tidak lagi menikmati tubuhnya, hingga event terakhir telkomsel, barulah kami melakukannya untuk terakhir kalinya.